.: My Letters 4 My Life :.

09 September 2005

KOMMIT, NU dan PKB

Politik

Seiring era reformasi bergulir dari mulai tahun 1998 sampai sekarang, jam’iyah Nahdlatul ‘Ulama (NU) terus melakukan penataan internal di berbagai bidang. Kiprahnya untuk turut serta dalam pembangunan bangsa juga tidak sedikit. Sebagai organisasi keagamaan terbesar di tanah air dan bagian dari komponen bangsa, NU dituntut untuk senantiasa menjaga moral umat berada pada jalur yang semestinya, yaitu sesuai ajaran Allah dan Rasul-Nya dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Islam ahlussunah wal jama’ah serta keragaman dalam kehidupan bermasyarakat.

Salah satu bagian penting dari kiprah NU pada era reformasi adalah terbentuknya Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), yang telah melalui proses panjang dengan melibatkan tokoh-tokoh NU, khususnya di PB NU. Bahkan waktu itu, K.H. Abdurrahman Wahid sebagai deklarator PKB juga masih menjabat sebagai Ketua Umum Dewan Tanfidz PB NU. Kelahiran PKB yang dibidani oleh PB NU ini diharapkan dapat menjadi wadah perjuangan politik segenap warga Nahdliyin pada khususnya dan masyarakat pada umumnya untuk turut serta membangun bangsa dalam mencapai cita-cita bangsa yang diharapkan.

Dengan melihat faktor sejarah, emosional dan kultural, keberadaan PKB memang tidak salah kalau disebut sebagai partainya warga Nahdliyin meskipun PKB merupakan partai terbuka. Meski demikian, untuk menjunjung tinggi nilai demokratisasi di tanah air, maka hak-hak politik warga Nahdliyin dibebaskan untuk memilih partainya sendiri. Maka tidak heran kalau suara yang bisa didulang PKB dari warga NU pun tidak begitu banyak, ini terbukti pada pemilu tahun 1999 dan 2004, PKB hanya dapat suara berkisar antara 10% - 15%. Jumlah suara ini pun merupakan gabungan dari warga NU dan non-NU (Islam atau non-Islam). Bahkan secara kuantitatif, suara PKB semakin merosot pada pemilu tahun 2004 dan tidak tertutup kemungkinan angka suaranya akan berkurang pada pemilu-pemilu berikutnya kalau tidak diantisipasi dari sekarang.

Analisa yang bisa dapat kita ambil atas kondisi tersebut bahwa peran PKB di mata masyarakat selama ini kurang membumi atau belum menyentuh lapisan masyarakat sampai paling bawah sehingga keberadaannya belum bisa dipercaya sebagai wadah aspirasi yang diharapkan. Hal yang demikian seharusnya menjadi pelajaran bagi segenap kader dan pengurus PKB bila ingin terus eksis dalam percaturan politik bangsa, tentunya tidak hanya disadari tetapi juga langsung dilakukan peran aktif di tengah-tengah masyarakat dan tidak hanya bekerja pada waktu-waktu menjelang pemilu saja.

KOMMIT sebagai organisasi yang dibentuk oleh massa yang secara kultural berlatar belakang Nahdlatul Ulama tentunya dengan segenap potensi dan sumber daya yang ada, berusaha untuk ikut andil dalam membangun umat (Nahdliyin) serta perbaikan-perbaikan di berbagai bidang. Dalam bidang politik, dengan memperhatikan faktor ikatan kultural, sejarah dan emosional serta nilai-nilai Islam ahlussunah wal jamaah, sangat disadari bahwa PKB merupakan wadah aspirasi yang sangat tepat bagi warga Nahdliyin dalam menyalurkan aspirasi politik.. Oleh karena itu, disamping sebagai organisasi yang memelihara nilai-nilai Islam ahlussunah wal jama’ah, KOMMIT juga diharapkan bisa menjadi perekat hubungan antara NU dan PKB sekaligus menjaga eksistensinya secara tidak langsung di dalam masyarakat kita.

Peran KOMMIT yang tidak ringan ini tentunya sangat memerlukan kerjasama dan dukungan yang baik dari segenap warga PKB dan Nahdliyin pada umumnya. Terlebih dalam hal percaturan politik, membutuhkan kerja yang ekstra keras untuk membangun image partai yang baik dan akhirnya bisa dipercaya sebagai wadah aspirasi politik masyarakat.

Tentunya, rasa optimistis kita terhadap kejayaan NU/PKB pada masa-masa mendatang harus dibarengi kerja nyata dari sekarang dengan melihat kebutuhan-kebutuhan masyarakat secara prioritas. Kalau tidak, mungkin sejarah PKB akan tenggelam seiring perkembangan waktu. Menyakitkan, bukan?

* Warga KOMMIT, yang komit kepada NU/PKB

0 Comments:

Post a Comment

<< Home