.: My Letters 4 My Life :.

11 September 2006

Jika Gus Dur Tercuci Otak



Sudah menjadi rahasia umum bahwa sosok Gus Dur menjadi salah satu tokoh penting dalam percaturan bangsa Indonesia, baik pra maupun pasca reformasi. Ketokohannya pun bersifat multidimensi karena bidang yang digelutinya sangat beragam. Hal ini bisa kita lihat dari sepakterjangnya, baik sebagai pucuk pimpinan NU selama 3 (tiga) periode, Ketua Fordem, Budayawan, Pucuk Partai Politik sampai pernah menjabat sebagai RI 1 di negeri ini. Namun yang tidak kalah pentingnya dalam ketokohan Gus Dur adalah pemikiran beliau yang sangat membumi dan sebagian pemikirannya dianggap suatu yang kontroversial. Di antara pemikiran beliau adalah wacana seputar Pribumisasi Islam, Pluralisme, Sekularisme, Liberalisme dan Nasionalisme. Pemikiran inilah yang mendudukkan Gus Dur sebagai salah satu pemikir yang terkenal di negeri ini.

Hal menarik lainnya adalah bahwa Gus Dur bukanlah individu dengan pemikiran yang sebatas ”Dari, Oleh dan Untuk” Gus Dur semata. Gus Dur ibarat sebuah lembaga masyarakat dengan basis masa yang kuat dan heterogen. Sebagian dari Anda mungkin sudah tahu, bahwa pendukung Gus Dur tidak hanya berasal dari kalangan anak-anak yang suka sesuatu yang lucu, karena Gus Dur suka bergurau namun pendukung Gus Dur sungguh variatif dari orang awam, pelajar, mahasiswa, akademisi, birokrat sampai pejabat-pejabat di negeri ini pun sebagian adalah pendukungnya. Hal lainnya yang memungkinkan kesulitan dalam pemetaan pendukung Gus Dur adalah mereka bersifat lintas suku, golongan, partai, agama, bahkan bangsa. Hal ini memang menjadi sesuatu yang wajar terjadi pada tokoh-tokoh bangsa, seperti pada Ir. Soekarno dan lainnya. Namun pada poin tulisan ini, bukan jumlah pendukung yang akan kami bahas, melainkan efek dari perubahan pada pemikiran Gus Dur jika itu benar-benar terjadi. Apa saja efek dari perubahan pemikiran yang dimaksud?

Sebelum memasuki pembahasan lebih lanjut, penulis ingin menyampaikan bahwa tulisan ini bukanlah sesuatu yang benar-benar reliastis, melainkan suatu bentuk perandaian atas sesuatu yang bisa menjadi bahan pertimbangan atau perbandingan terhadap arah perjalanan bangsa ini. Gus Dur menjadi objek yang diambil dalam tulisan ini karena menurut penulis, basis massa Gus Dur lah yang paling kompleks di negeri ini dengan segudang ilmu dan pengalaman yang ada.

Selama ini Gus Dur dikenal sebagai salah satu tokoh demokrasi yang menganut paham demokrasi dan sekularisasi. Secara sederhana, istilah sekularisasi di sini diartikan sebagai paham yang menganut pemisahan antara urusan agama dan urusan negara. Paham ini tentu saja sangat menyedot perhatian di kalangan muslim, baik dari kalangan muslim fundamentalis maupun muslim moderat lainnya yang bersebarangan dengan Gus Dur, termasuk dari sebagian warga Nahdliyyin sendiri. Gus Dur juga dipandang sebagai pembela kaum minoritas, namun dilihat oleh sebagian muslim di tanah air justru dipandang sebagai pembela kaum kafir.

Memang, secara harfiah, kata kaum minoritas di atas tidak jauh berbeda artinya dengan kaum kafir yaitu identik dengan kaum non muslim, yang di dalamnya ada umat Kristiani, Kong Huchu, Hindu, Budha dan lainnya. Namun penggunaan istilah pembela kaum kafir tentu saja bukan istilah yang tepat pada sosok Gus Dur dan lebih jauh lagi bisa menjadi fitnah. Hal ini dikarenakan sepak terjang sosok Gus Dur yang tidak mengenal sekat-sekat atau eksklusivisme, melainkan konsep pluralisme (keberagaman) dan inklusivisme. Ia berpikir dan bergerak sepanjang bersifat konstitusional dan menegakkan hak-hak sebagai warga secara keseluruhan sepanjang tidak melanggar ketentuan agama. Sayangnya, keyakinan Gus Dur ini terkadang tidak bisa dipahami oleh sebagian rakyat Indonesia dan hal ini lah yang memicu kontroversialisme di tengah-tengah masyarakat Indonesia.

Kerjasama dengan Israel, dukungan beliau terhadap langkah Inul, ketidaksetujuan beliau terhadap langkah umat berjihad langsung di Palestina atau Irak, keyakinan beliau terhadap Pancasila sebagai final choice sebagai dasar negara, dukungan beliau terhadap kebebasan dalam berpikir dan memilih keyakinan merupakan sebagian dari buah persepsi Gus Dur dalam konteks berbangsa dan bernegara. Setiap persoalan beliau baca dari sudut konstitusional bangsa dan pengaruhnya terhadap masyarakat. Tentu saja tiap persepsinya belum tentu bisa dibaca dan dicerna oleh warga atau masyarakat umumnya, termasuk penulis sendiri.

Pertanyaannya, bagaimana kalau Gus Dur tercuci otaknya? Dengan kata lain, bagaimana kalau pemikiran beliau berbalik 180% dan beliau masuk dalam jajaran tokoh Islam Fundamentalisme di Indonesia?

Jika perandaian di atas terjadi, Anda bisa melihat bahwa sebagian besar pemuda Islam, khususnya para pemuda dan kyai-kyai NU berboyong-boyong untuk berjihad langsung ke daerah konflik perang Israel-Hizbullah di Lebanon, Irak, Palestina dan lainnya. Gus Dur menjadi pemimpin perang di sana dan imam yang disegani karena sebagian dari massa NU mungkin lebih patuh kepada Gus Dur daripada garis struktural NU. Pada posisi ini, ormas Islam seperti NU tentu akan kehilangan kendali karena susahnya mengontrol massanya yang berjuta-juta itu. NU dan bangsa ini juga harus siap-siap kehilangan kader-kader terbaiknya yang sedang berlaga di medan perang. Yang menyedihkan, mereka hanya bermodal niat dan tidak dilengkapi dengan keterampilan dan senjata yang memadai. Jadi mereka seakan pergi hanya untuk mengharap mati? Sungguh hal ini bukan menjadi pilihan yang terbaik karena jihad tidak selalu diidentikkan dengan terjun langsung menjadi relawan perang, melainkan usaha yang sungguh-sungguh untuk bekerja demi kebaikan, baik diri sendiri maupun masyarakat luas. Kalau pun kita tidak cukup bermodal untuk perang, doa pun merupakan bagian dari ikhtiar kita.

Selain itu, arah bangsa tentu jelas akan dibawa Gus Dur ke dalam sistem kekholifahan Islam. Meskipun beliau berada di luar pemerintah namun peran dan pengaruhnya tidak bisa diabaikan, bahkan di dalam jajaran pejabat negara pun Gus Dur memiliki pendukung setia. Pada posisi ini, Gus Dur tentu merekomendasikan agar semua menteri harus berasal dari Islam. Kaum muslim seakan berjaya, kaum non muslim dianaktirikan bahkan mungkin dipinggirkan. Padahal ini sebuah diskriminasi yang tidak sejalan dengan konsep Islam yang ”rahmatan lil ’alamin”.

Efek perubahan lainnya tentu saja akan terjadi ribuan bahkan jutaan masyarakat Indonesia untuk berboyong-boyong keluar dari negeri ini dan meminta suaka perlindungan negara lain karena keyakinannya dan hidupnya diancam oleh sebagian masyarakat Indonesia yang lain. Atau bisa juga, warga Kristiani, Khong Hucu dan kaum minoritas lainnya yang ada di Indonesia tidak bisa mendapatkan haknya untuk bersuka cita di hari rayanya.

Mungkin dari Anda menganggap efek perubahan di atas sesuatu yang terlalu dilebih-lebihkan atau sesuatu yang tidak realistis dari perandaian yang tidak realistis. Anda bisa benar, tetapi siapa sangka, efek di atas juga bisa terjadi karena kita tahu semua akan peran dan posisi Gus Dur selama ini. Siapakah tokoh di bangsa ini yang mempunyai pendukung se-setia pendukung Gus Dur dengan jumlah yang cukup banyak dan siap setiap saat?. Atau siapakah tokoh di negeri ini yang selalu dijadikan tempat curhat dan dukungan dari kaum minoritas di negeri ini?. Atau siapakah tokoh di negeri ini yang mempunyai basis pendukung paling heterogen?. Gus Dur lah jawabannya.

Gus Dur memang bukanlah manusia suci di negeri ini, yang tidak mempunyai kesalahan atau kelemahan. Tetapi, paling tidak, bagaimana kita memposisikan sosok Gus Dur di negeri ini sebagai apa, sudah cukup jelas, bukan? Wallahu’alam Bis Showab

Jakarta, 11 September 2006.

6 Comments:

  • Hidup Gus Dur.... :D

    By Anonymous Anonymous, at 3:45 PM  

  • Yah..iyalah u bela gus dur..namu u aja gus maul.....
    cuma ati2 aja..gus dur jangan makin nyeleneh..asal tampil beda dengan pimpinan umat islam lain....masa darah amien rais pernah dihalalkan...untung amien nanggapin dengan becanda (emang saya ajinomoto...waktu itu gus dur jamin ajinomoto halal...)
    Ya.....gus dur udah tinggal history deh....sekarang jamannya yang muda2....jangan dukung gus dur mulu...setiap tingkahnya yang aneh-aneh selalu ada penjustifikasiannya.....
    oke...gus dur mania cobalah berpikir......

    By Anonymous Anonymous, at 10:22 AM  

  • Makasih mas Anto .. Mudah2an Gus Dur makin dekat di hati, baik di hati muslim maupun non-muslim

    Kita berharap siapapun bisa seperti yang dicontohkan Rosul, siapapun sangat menghargai Rosul atas kejujuran,keberanian dan keadilannya dalam memimpin umat, meskipun kaum nya sangat heterogen.

    Gus Dur dan siapapun, termasuk diri kita punya history dan tiap yang masih bernafas tentu terus mencetak sebuah history jadi ngga perlu bilang GD udah tinggal history.

    Kalau mas Anto mau lihat dan buka mata sedikit, saya kira mas Anto ngga menafikan bahwa dunia informasi Indonesia juga masih sangat membutuhkan "omongan" GD, terlepas dari diterima atau tidak.

    Demikian, dan terimakasih atas sarannya .. InsyaAllah, kami terus berpikir ..

    GM

    By Blogger Taruna, at 9:47 AM  

  • Maaf mas, ada yg lupa saya tulis ..

    Setahu saya ya mas Anto, bukan GD yang bilang klo darah Amin Rais itu khalal -waktu pelengseran GD-, melainkan "simpatisan" beliau yang over fanatik, inisialnya NMI (bukan pak Nur Mahmudi Ismail, Kader PKS yang jadi walikota Depok sekarang.

    Tentu saja, kita tidak setuju dengan cara2/sikap seperti itu. Karena tiap muslim adalah bersaudara, bukan?

    Demikian

    By Blogger Taruna, at 10:02 AM  

  • Penulis menuliskan : "...Yang menyedihkan, mereka hanya bermodal niat dan tidak dilengkapi dengan keterampilan dan senjata yang memadai. Jadi mereka seakan pergi hanya untuk mengharap mati?...."
    Sungguh suatu tulisan yang picik, yang menganggap bahwa orang yang berjihad di medan pertempuran dianggap sebagai suatu yang "menyedihkan". Apabila kita pelajari lebih jauh dalam alquran, ada sebuah ayat yang menyatakan bahwa orang akan mengira bahwa dia (mujahid) akan mati sia-sia, padahal sesungguhnya dia hidup dan mendapatkan tempat di sisi Tuhannya. Sungguh suatu tempat yang sangat mulia yang sangat didambakan setiap mukmin.
    Justru yang patut dipertanyakan adalah pengikut GusDur yang sangat fanatik (pendukung setia) bahkan melebihi fantismenya terhadap Rasulullah. Sungguh sangat disayangkan, Orang2 yang mengaku sebagai pengikut ahlusunnah wal jamaah justru menjauhi sunnah, lebih menuruti kata GusDur daripada mengikuti ajaran Rasul. GusDur yang asal "Njeplak" kalo bicara justru lebih diikuti daripada perintah Allah dan RasulNya.

    By Anonymous Anonymous, at 10:31 AM  

  • Terimakasih mas Dimas ..

    Pertama2 saya sampaikan bahwa saya sangat menghargai dan menjunjung tinggi niat baik saudara2 kita yang berjihad di medan perang. Jihad di sini dalam arti, perang menegakkan agama Allah.

    Oleh karenanya bagi saya jihad bukanlah sesuatu yang asal-asalan. Jihad butuh persiapan matang, bila perlu dengan ketrampilan dan senjata yang memadai.

    Saya mengatakan "mereka hanya mengharap mati"? Dengan kata lain saya ingin berkata bahwa jihad tidaklah sama dengan bunuh diri. Mungkin ada sedikit kesalahan dalam penulisan, sehingga terjadi perbedaan pentafsiran, saya minta maaf.

    Yang jelas, kata picik dari Anda sangat berarti .. mudah2an ke depan lebih baik.

    Tentang pendukung Gus Dur, tentu saja Anda salah jika Anda menganggap saya adalah fanatik Gus Dur. Dalam tiap persoalan yang menyangkut beliau, tidak jarang saya kontradiksi dengan GD. Namun, hal yg saya lakukan mungkin berbeda dengan rekan2 yang memang dari awal kontra dengan GD.

    Saya mencoba mencari tahu berita2 terkait GD, lalu saya cari argumentasi dari GD, meskipun bukan dari data primer. Mencoba mengkomparasikan dengan argumentasi pihak luar dan mencoba ambil kesimpulan sendiri.

    Salahsatu hal yang kontradiksi dengan GD tentu saja perkataan beliau bahwa AlQuran adalah kitab porno (lebih baik hindari, meskipun saya mengerti bahwa maksudnya bukan itu). Inilah yang saya yakini sebagai kekerasan berbahasa.

    Demikian, bahwasanya perbedaan pandangan adalah sesuatu yg alami namun karena akar kita sama, Islam, tentu saja pandangan kita harus tetap kepada AlQur'an dan As Sunnah

    Astaghfirullahal 'Adziim

    By Blogger Taruna, at 1:33 PM  

Post a Comment

<< Home