.: My Letters 4 My Life :.

12 June 2011

Membumikan Gerakan Hijau di Indonesia

Oleh : Agus Maulana

Lingkungan hidup merupakan masalah krusial pada dasawarsa ini. Berbagai elemen, seperti intelektual publik, organisasi, partai dan bangsa terus bergerak untuk mendorong dan menggalang usaha bersama menjaga kelestarian alam demi kualitas kehidupan yang lebih baik. Langkah berbagai negara untuk melakukan persetujuan internasional di bidang lingkungan hidup patut diapresiasi oleh masyarakat luas, seperti yang dilakukan pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 dan Protokol Kyoto di Jepang pada tahun 1997.

Kebakaran hutan, longsornya tanah perbukitan, kebanjiran dan kasus lingkungan hidup lainnya menunjukkan bukti bahwa tingkat kesadaran pengelolaan lingkungan hidup masih rendah dan harus menjadi perhatian serius oleh semua. Harus disadari bersama bahwa kualitas lingkungan hidup dan kualitas sumberdaya manusia saling mempengaruhi. Kualitas lingkungan hidup yang baik akan berdampak pada peningkatan kualitas sumberdaya manusia, sebaliknya ketika kualitas sumberdaya alam rendah, maka dampak negatifnya pasti akan muncul dan memperburuk pula kualitas kehidupan manusia, baik secara cepat maupun lambat.

Problematika lingkungan hidup yang sangat serius dan kini menjadi fenomena dunia adalah pemanasan global. Fenomena ini begitu nyata dengan adanya peningkatan suhu atmosfer bumi. Menurut data, suhu rata-rata global pada permukaan bumi telah meningkat 0.74 ± 0.18 oC (1.33 ± 0.32 oF), yang diakibatkan oleh meningkatnya konsentrasi gas-gas rumah kaca akibat aktifitas manusia. Dampak buruk dari fenomena ini sangat mengganggu keberlangsungan makhluk hidup, seperti terjadinya perpindahan habitat, iklim yang tidak stabil dan lainnya. Dengan demikian, sangat tepat bahwa penanganan permasalahan ini harus terus digalang dan digerakkan.

Dalam upaya turut menjaga kualitas lingkungan hidup tersebut, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai salahsatu partai yang lahir di era reformasi telah mentransformasikan dirinya sebagai Partai Hijau. Identitas sebagai Partai Hijau tersebut dideklarasikan oleh Ketua Umum Dewan Syuro DPP PKB, K.H. Abdurrahman Wahid bersama Ketua Umum DPP PKB Muhaimin Iskandar pada tanggal 26 Pebruari 2007 di Bali. Penegasan identitas tersebut bukan karena didasarkan atas warna kebanggaan masyarakat Nahdlatul Ulama (NU), melainkan sebagai partai yang turut peduli terhadap kelestarian lingkungan hidup untuk keselamatan bumi. Transformasi partai ini tentu membutuhkan konsistensi gerak partai dalam membangun kondisi bumi yang lebih baik, bersama elemen lainnya.

“Organisasi Hijau” dan Perjuangan Lingkungan Hidup
Sebagaimana PKB, organisasi atau partai lainnya yang telah bergerak sebagai organisasi atau partai penggiat lingkungan hidup sudah banyak bermunculan, baik di dalam negeri maupun di luar negeri. Untuk di Indonesia, telah lahir organisasi sosial politik –lebih tepatnya partai politik- yang berbasis perjuangan menggunakan prinsip lingkungan. Organisasi itu bernama Partai Hijau Indonesia, yang dideklarasikan pada tanggal 21 Oktober 1998 oleh Dr. Rer. Nat. H. Widyatmoko dan lainnya. Partai ini berwawasan lingkungan dan memperjuangkan kualitas kehidupan bagi seluruh generasi manusia Indonesia dan seluruh umat manusia. Dalam perjalanannya sampai sekarang, partai ini belum pernah mengikuti kancah demokrasi 5 tahunan sebagai partai peserta pemilu.

Sedangkan partai hijau yang berwawasan lingkungan di luar negeri bisa dijumpai di negara Cina, Austria dan negara-negara belahan Eropa lainnya. Perjuangan mereka bertumpukan pada pengembangan kualitas sumberdaya alam dan lingkungan hidup. Berdasarkan realitas politik di lapangan, platform lingkungan yang dipegang tersebut kurang menarik suara masyarakat dalam pemilihan umum. Meski mendulang suara kecil, namun prestasi ini lebih baik dibandingkan dengan kiprah politik Partai Hijau Indonesia yang belum pernah ikut pemilihan sekali pun. Berbeda dengan PKB yang baru mengidentitaskan dirinya sebagai Partai Hijau pada 3 (tiga) tahun yang lalu dan terus berperan dalam kancah perpolitikan bangsa melalui pemilihan umum.

Selain partai politik, banyak juga muncul organisasi hijau yang lahir dari masyarakat yang bergerak di bidang lingkungan hidup. Salahsatu organisasi hijau yang sangat dikenal di kancah internasional adalah Greenpeace. Organisasi ini bersifat independen yang didirikan pada tahun 1971 di Kanada. Perjuangannya didasarkan pada gerakan kampanye anti kekerasan dalam mengungkap permasalahan lingkungan global dan upayanya untuk mewujudkan masa depan dunia yang hijau (green) dan damai (peace). Salahsatu karakteristik organisasi ini terletak pada kekuatan pendanaan yang bersumber dari anggota dari seluruh dunia, yang diperkirakan mencapai jutaan orang. Greenpeace mempunyai kantor regional dan nasional di berbagai negara, yang semuanya berhubungan dengan pusat Greenpeace Internasional di Amsterdam. Greenpeace Asia Tenggara resmi didirikan pada tanggal 1 Maret 2000.

Selain Greenpeace, ada organisasi hijau lainnya di dunia yang sudah populer di mata dunia, yang dikenal dengan nama World Wildlife Fund (WWF). WWF merupakan organisasi lingkungan yang didirikan pada tanggal 1 September 1961 oleh beberapa orang, diantaranya Sir Julian Huxey dan lainnya yang bertujuan untuk melindungi keanekaragaman (genetis, spesies dan ekosistem), menjaga keseimbangan dalam penggunaan sumberdaya alam dan mengurangi polusi serta konsumsi yang tidak berguna. Organisasi ini sudah mempunyai puluhan organisasi nasional dan kantor pusatnya berada di Gland, Swiss. Untuk di Indonesia, terbentuk organisasi serupa dengan nama WWF-Indonesia. Selain itu, ada pula organisasi hijau lainnya yang sudah cukup terkenal dalam gerakan lingkungan hidup di Indonesia, yaitu Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

Greenpeace, WWF, Walhi dan organisasi hijau lainnya secara umum berjuang dalam komitmen yang sama untuk melestarikan lingkungan hidup guna terwujudnya kualitas kehidupan yang lebih baik. Metode perjuangan organisasi hijau dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya kampanye hijau anti kekerasan, melobi pemerintah dalam menyikapi isu-isu energi dan lingkungan hidup, seruan anti pengrusakan hutan, diskusi atau seminar lingkungan hidup dan model gerakan lainnya. Gerakan tersebut ada yang dilakukan dalam skala lokal, regional maupun global.

Beberapa contoh gerakan yang dilakukan Greenpeace dan organisasi hijau adalah kampanye untuk menghentikan pengujian nuklir angkasa dan bawah tanah, kampanye menghentikan penangkapan ikan paus besar-besaran, menghentikan importasi limbah berbahaya, menentang pengiriman radioaktif, berkampanye melawan terhadap pembinasaan hutan, melobi pemerintah mengenai isu-isu energi berkelanjutan, menyoroti bahaya limbah pembakaran dan lainnya.

Platform Lingkungan Hidup dan Pemanasan Global
Platform beberapa organisasi dan partai politik yang berhaluan hijau dan berwawasan lingkungan hidup sejatinya harus bisa dirasakan dan diikuti oleh masyarakat luas. Entitasnya jangan sekedar simbolistik dan perlu langkah transformasi aksi yang real di lapangan. Salahsatu faktor penghambat transformasi aksi tersebut adalah kurangnya kesadaran individu atau elemen lainnya dalam usaha penyelamatan bumi. Orang-orang yang masuk dalam kelompok ini belum punya rasa sensitifitas dan kekhawatiran apapun atas apa yang sedang dan akan terjadi di bumi.

Di sisi lain, konstruksi kerja yang dilakukan terkadang sekedar membangun image organisasi atau partai politik. Kontruksi ini hanya untuk meningkatkan nilai tawar dan popularitas diri di tengah-tengah perkembangan sosial politik bangsa. Usahanya cenderung memancing ketertarikan masyarakat untuk mendukung dan masuk menjadi anggota organisasi atau partai tetapi secara real perjuangan hijau-nya belum bisa dirasakan dan dinikmati masyarakat luas. Dengan kondisi ini, maka keinginan terwujudnya kualitas lingkungan hidup tentu tidak bisa maksimal.

Memperhatikan kualitas lingkungan hidup maka harus memperhatikan pula pengelolaan sumberdaya alamnya. Realitasnya, pengelolaan sumberdaya alam di berbagai tempat terkadang belum memperhatikan keseimbangan dengan alam. Ini menandakan masih buruknya pola hidup manusia yang cenderung tidak peduli dengan kualitas lingkungan hidup. Untuk kasus di Indonesia, biasanya terjadi pada kegiatan eksplorasi minyak bumi dan gas (migas), hutan dan kelautan. Ini terlihat dari beberapa peristiwa yang terjadi selama ini, seperti adanya pengrusakan hutan, penggunaan bahan peledak dalam proses penangkapan ikan, penggalian minyak, pembuangan limbah industri yang tidak benar, atau pertambangan lainnya yang merusak alam. Yang lebih memprihatinkan, pola eksplorasi sumberdaya alam sebagian dilakukan oleh perusahaan-perusahaan asing yang bercokol di Indonesia dan keuntungan yang didapatkan bangsa Indonesia tidak sepadan dengan keuntungan yang didapatkan perusahaan tersebut.

Efek dari kebiasaan pola buruk pada sumberdaya manusia itu tentu berdampak langsung pada buruknya kualitas lingkungan hidup. Efek negatif yang sedang menjadi fenomena dunia sekarang ini adalah pemanasan global, yaitu terjadinya proses peningkatan suhu rata-rata pada atmosfer, laut dan daratan bumi. Penyebab peristiwa ini adalah adanya efek rumah kaca, ketika konsentrasi jumlah gas rumah kaca melebihi batas. Gas rumah kaca merupakan gas yang menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang matahari yang dipancarkan atau dipantulkan bumi. Dalam batas yang normal, efek rumah kaca tentu sangat berguna ketika bisa menyerap cahaya matahari menjadi panas kemudian menghangatkan bumi.

Tetapi jika konsentrasi gas-gas rumah kaca di dalam atmosfer semakin meningkat atau berlebihan, misalnya bertumpuknya uap air, karbondioksida dan metana, maka gas rumah kaca tersebut akan menjadi perangkap gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas tersebut akan tersimpan di permukaan bumi dan jika keadaan ini terus menerus terjadi maka akan mengakibatkan terjadinya suhu rata-rata tahunan bumi terus meningkat atau pemanasan global.

Untuk menghindar dari pengaruh pemanasan global, tentu tidak mudah mengingat kondisi alam sudah begitu parah. Berdasarkan hasil “Intergovernmental Panel on Climate Change” tahun 2007, pemanasan dan kenaikan air muka laut diperkirakan akan terus berlanjut selama lebih dari seribu tahun walaupun tingkat emisi gas rumah kaca telah stabil. Sumbangan metana pada gas rumah kaca diyakini lebih berbahaya daripada karbondioksida, dan gas metana ini sebagian besar disumbangkan dari peternakan hewan, yang populasinya lebih banyak daripada populasi penduduk di bumi.

Data menunjukkan sebagaimana laporan PBB (FAO) yang berjudul Livestock’s Long Shadow: Enviromental Issues and Options (dirilis bulan November 2006), PBB mencatat bahwa industri peternakan adalah penghasil emisi gas rumah kaca yang terbesar (18%), jumlah ini lebih banyak dari gabungan emisi gas rumah kaca seluruh transportasi di seluruh dunia (13%). Laporan terbaru World Watch Institut tahun 2009 yang berjudul Peternakan dan Perubahan Iklim, menyatakan bahwa peternakan menghasilkan sedikitnya 51 % dari Gas Rumah Kaca dunia. Ironisnya, konsumsi daging sebagai produk peternakan masih cukup tinggi. Dengan pola konsumsi daging yang tinggi tersebut akan menyebabkan peternakan semakin besar dan berdampak pada kuantitas gas metana yang tinggi. Ini yang harus dihindari dan beralih pada konsumsi vegetarian demi mengurangi dampak pemanasan global.

Jika permasalahan pemanasan global tersebut tidak segera ditangani, maka banyak sekali kejadian di bumi yang akan kena dampaknya. Beberapa dampak itu antara lain meningkatnya suhu global, perubahan cuaca yang drastis yang berujung pada gagal panen dan munculnya penyakit, mencairnya gunung-gunung es, hilang atau pindahnya habitat, kebakaran hutan dimana-mana dan dampak buruk lainnya.

Membumikan Gerakan Hijau di Indonesia
Mengingat dampak yang serius dari pemanasan global dan kerusakan lingkungan hidup lainnya, maka kelestarian lingkungan hidup harus menjadi perhatian bersama. Tidak sekedar berplatform hijau, tetapi perlu kerja real, sistemik dan komprehensif dari seluruh elemen dalam usaha bersama menjaga lingkungan hidup demi kualitas kehidupan yang lebih baik. Tidak hanya Partai Hijau Indonesia, Walhi, WWF atau PKB yang bergerak dalam hal ini, tetapi seluruh elemen bangsa harus bergerak bersama dalam gerakan hijau di Indonesia. Gerakan hijau ini sejalan dengan amanat UU Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup.

Gerakan hijau yang dilakukan tersebut diharapkan bisa efektif dalam menjaga kualitas lingkungan hidup, minimal bisa mengurangi dampak pemanasan global dengan cara menghilangkan atau mengurangi kadar gas rumah kaca. Dengan demikian, bentuk kerja yang dilakukan pada dasarnya adalah mengurangi kadar gas karbondioksida dan gas metana sebagai sumber terjadinya gas rumah kaca. Langkah mengurangi dampak pemanasan global ini merupakan langkah yang realistis mengingat peristiwa pemanasan global terjadi secara alami dan sangat susah diantisipasi di masa mendatang.

Berdasarkan dampak yang terjadi, gerakan hijau tersebut terbagi menjadi gerakan langsung dan tidak langsung. Gerakan langsung merupakan aksi atau gerakan yang berdampak langsung pada pengurangan gas karbondioksida dan/atau metana. Sebaliknya, gerakan tidak langsung adalah gerakan yang secara tidak langsung berdampak pada pengurangan gas karbondioksida dan/atau metana. Dalam gerakan langsung dan tidak langsung tersebut memuat unsur pencegahan (preventif), penanganan/penanggulangan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitasi). Sedangkan menurut Surwandono, dalam kolomnya yang berjudul “Partai Hijau dan Deviasi Makna”, langkah partai hijau harus bersifat preventif, kuratif, advokatif dan rehabilitif terhadap lingkungan.

Contoh gerakan langsung dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup dan mengurangi produksi gas rumah kaca antara lain gerakan menanam dan memelihara pepohonan serta reboisasi, gerakan pola konsumsi vegetarian dan gerakan hemat energi. Ketiga gerakan ini sangat efektif dalam meredam jumlah konsentrasi gas-gas rumah kaca yang bersumber dari karbondioksida dan metana. Gerakan menanam pohon dimaksudkan untuk menjaga kelestarian pepohonan yang sangat efektif dalam menyerap karbondioksida, memecahnya melalui fotosintesis dan menyimpan karbon dalam kayunya. Di sisi lain, tingkat perambahan hutan di belahan dunia, termasuk di Indonesia tergolong cukup parah. Langkah pendukung dalam gerakan ini adalah program reboisasi atau penghutanan kembali dalam upaya mengurangi semakin bertambahnya gas rumah kaca.

Gerakan pola konsumsi vegetarian dimaksudkan untuk mengganti pola konsumsi daging yang selama ini cukup tinggi. Bidang peternakan sebagai pemroduksi daging selama ini dikenal sebagai penyumbang gas metana melalui kotoran ternak dan nafas mereka. Dengan mengurangi pola konsumsi daging dan berganti menjadi pola vegetarian tentu akan mengurangi permintaan daging di masyarakat dan jumlah populasi ternak juga akan menurun. Selain daging, produk peternakan lainnya yang perlu dikurangi konsumsinya adalah susu dan telur.

Gerakan hemat energi merupakan langkah pencegahan untuk mengurangi dampak pemanasan global yang lebih parah di masa yang akan datang. Bentuk aksi hemat energi bisa diterapkan dengan cara menghemat penggunaan listrik, bahan bakar minyak, penggunaan kendaraan pribadi, penggunaan AC dan penggunaan fasilitas lainnya. Dalam hal penggunaan bahan bakar, program pemerintah dalam hal konversi minyak ke gas sangat lah tepat karena sangat ramah terhadap lingkungan.

Yang menjadi persoalan adalah teknis penggunaan yang kurang tersosialisasikan dengan baik sehingga pada titik-titik tertentu terjadi ledakan gas dan memakan korban jiwa. Sungguh hal ini sangat disayangkan. Dalam hal kendaraan pribadi, alternatif yang bisa digunakan adalah pemakaian sepeda, khususnya bagi para pengguna yang berjarak dekat dengan lokasi tujuannya. Program alternatif ini sudah diterapkan Pemerintah Kota Yogyakarta kepada siswa untuk bersekolah dan para pegawai untuk bekerja dengan nama program “Sepeda Nggo Sekolah, Nggo Nyambut Gawe” atau Sego Segawe.

Sedangkan gerakan tidak langsung dalam menjaga kelestarian lingkungan hidup, khususnya dalam hal pengurangan dampak pemanasan global antara lain berupa kebijakan politik pro lingkungan hidup, kegiatan-kegiatan dini penanggulangan bencana, perawatan habitat tumbuhan dan hewan pada tempat yang sesuai, kerjasama internasional di bidang pengurangan emisi gas rumah kaca bagi negara-negara industri dan usaha lainnya yang berdampak pada berkurangnya gas rumah kaca secara tidak langsung.

Dalam hal menjaga habitat dan mengatasi kerusakan yang ada, sebagian negara membangun dinding dan penghalang untuk mencegah masuknya air laut. Hal ini untuk mengantisipasi dampak dari pemanasan global yang akan datang. Kebijakan-kebijakan lainnya tentu diselaraskan dalam usaha kelestarian alam, seperti yang sudah diatur oleh Pemerintah dalam bentuk Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan hidup. Dalam hal kerjasama internasional, dilakukan perjanjian untuk pengurangan karbondioksida dengan cara mengurangi prosentase jumlah emisi gas rumah kaca, khususnya bagi negara-negara penyumbang emisi di negara-negara industri, seperti pada Earth Summit di Rio de Janeiro, Brazil pada tahun 1992 dan Protokol Kyoto di Jepang pada tahun 1997.

Gerakan hijau baik secara langsung maupun tidak langsung, juga sudah dilakukan oleh PKB sebagai partai politik yang telah mentransformasikan dirinya sebagai partai hijau, meski belum mencapai hasil maksimal. Sebagaimana yang disampaikan oleh Ketua Umum DPP PKB, Muhaimin Iskandar saat deklarasi Partai Hijau, gerakan hijau oleh PKB dilakukan dengan tiga cara, yaitu pertama, mendorong pembangunan nasional berorientasi lingkungan; kedua, mendorong dan mengawal pelaksanaan kebijakan politik melalui UU atau peraturan terkait lingkungan dan ketiga, menggerakkan massa pendukung sebagai kader penyelamat lingkungan. Gerakan PKB ini harus diapresiasi oleh masyarakat luas sebagai langkah nyata dalam kepedulian bersama mewujudkan kualitas kehidupan yang lebih baik, khususnya di Indonesia.

Gerakan hijau di atas tentunya harus didorong dan dilaksanakan, tidak hanya oleh organisasi atau partai penggiat lingkungan hidup saja, melainkan segenap lapisan masyarakat Indonesia sehingga diharapkan pada masa mendatang bisa mengurangi dampak negatif terjadinya pemanasan global secara signifikan dan meningkatkan kualitas kehidupan manusia yang lebih baik. Semoga.

Jakarta, 18 Juli 2010
*Tulisan lawas ini untuk memeriahkan Lomba Menulis Artikel Tingkat Nasional 2010 oleh DPP PKB pada Harlah XII tahun 2010″ (Gambar2 diambil dari berbagai sumber)


http://kompasiana.com/agusmaulana

1 Comments:

  • Gerakan menanam seribu pohon seperti yang dicanangkan oleh presiden kita harus terus dilanjutkan jangan hanya gebrakan awal sambil terus berkampanye mengenai pentingnya menjaga keseimbangan alam bumi yang kita tempati saat ini.

    By Anonymous rental mobil bandung, at 1:37 PM  

Post a Comment

<< Home