.: My Letters 4 My Life :.

08 December 2016

Terujikah (kembali) “Jalu Pendem” Jokowi ?



Istilah “jalu pendem” pernah saya sampaikan dulu. Istilah ini awalnya saya dengar dari kyai dibilangan pondok Cabe, Banten, bernama Kyai Raden Syarif Rahmat, Pengasuh Ponpes Ummul Quro sekaligus Pimpinan Padepokan Sunan Kalijaga (Padasuka) saat bertamu di rumahnya. Jalu secara umum, adalah salahsatu bagian dari diri makhluk yg menjadi keunggulan/ kekuatan, yg seringnya dinisbahkan pada ayam jago, sedangkan pendem menggambarkan hal yang tidak terlihat. Pada sosok Jokowi, sang kyai mempunyai firasat, sosok yang punya kekuatan tertentu yg tidak (mudah) terlihat, alias jalu pendem, tetapi hasilnya akan nyata. Jalu yg dinisbahkan pada posisi pemimpin, bisa jadi bersumber dr faktor kepribadian, karakteristik, integritas, model pendekatan, pengaruh politik, kekuasaan, soft power, termasuk soal kepemimpinan.

Dari mulai awal pencapresan sampai dengan pasca aksi damai 412, secara gambaran politik, Jokowi mempunyai masa uji 3 kali. Pertama, awal pencapresan tahun 2014 antara dirinya vis a vis dengan sang Jenderal Prabowo, sbg sosok sang “garuda Indonesia” waktu itu. Kedua, konflik KMP – KIH sesaat dilantik Presiden, ketiga, imbas kasus Ahok yg dinilai “sepaket” dg Jokowi. Kemampuan menerima ujian tiap individu pasti berbeda-beda, tapi sosok Jokowi merespon berbeda. Tetap kalem dan hasilnya cukup mujarab. Ujian pertama dan kedua, bsa dikatakan jalu pendem itu nyata berhasil, dan sekarang hampir pasti (dikatakan) tidak akan muncul lagi. Bagaimana ujian waktu itu sebenernya?.

Pada ujian pertama, saat masa pencapresan RI tahun 2014. Dengan sama2 kuatnya dua kutub, antara Jokowi cs (yg didukung Mega) dan Prabowo cs, kondisinya menghadirkan politik kutubisasi smpai tingkat masyarakat akar rumput. Proses demokrasi yg sebenernya menghadirkan resiko retaknya identitas persatuan bangsa. Para pendukung dan pembencinya menghadirkan info2 yg serng kali bernada provokatif, fitnah dan berujung pd carracter assasination. Siapa yang tidak lupa akan penisbahan dirinya sbg sosok keturunan PKI bahkan mgkn antek PKI sendiri, petugas partai, wong ndeso, tidak pantas dll. Dri semua itu, tuduhan akan identitas komunis tentu sangat menyakitkan, sangat mengiris hati dan keprihatinan. Tuduhannya tidak sekedar datang berapa hari berapa minggu, tetapi tiap detik selama puluhan bulan, bahkan bisa jadi sampai sekarang. Penisbahan yang tidak ada dasar sama sekali, penisbahan yg sangat emosional, lebih pda politis dan tentu saja membunuh karakter seseorang.

Bahwasanya sosoknya dilahirkan di tanah Jawa, dengan kehidupan agama yg (mungkin) biasa-biasa saja, dibesarkan namanya dari PDIP, bukan elit partai, berada di partai nasionalis yg umumnya digandrungi kaum abangan, bisa jadi benar. Tapi tuduhan dan sangkaan sekaligus fitnah ttg komunis, tentu saja sangat tidak manusiawi. Jokowi dg kelebihan dn kekurangannya, termasuk keluarganya, tetap menjalani hari2nya sbg muslim. Sangkaan identitas komunis tidak perlu dibantah langsung oleh ybs. Dan kini, manusia Indonesia bisa melihat kenyataannya bagaimana. Sejauh ini, ujian pertama ini ybs, saya anggap, lulus. Alhamdulillah. Meski demikian, bs jadi, bagi yang sudah tercuci otaknya, dan ga bisa move on, ya tuduhan tsb selalu ada.

Ujin kedua adalah datang dari parlemen, sesaat dirinya dilantik jadi Presiden dan bagaimana mengokohkan identitas sistem presidensial. Dimana presiden plus kabinet perlu pondasi yg kuat didukung oleh parlemen DPR RI. Namun apa yg terjadi, konflik KMP-KIH begitu kuat di parlemen. kutub KMP yg dipelopori Gerindra sangat kentara sekali ingin merajai gedung parlemen. Melalui lobi politiknya, bagaimana Pro Prabowo cs yg diparlemen ingin menjadi “raja politik” meski bukan mayoritas suaranya secara partai. Dengan dukungan Ical cs, mereka berhasil merombak UU MD3, mendudukan orang2 politiknya dalam kelengkapan dan nyaris, pendukung Jokowi cs dalam parlemen, hanya bs manyun. Tidak kebagian. Meski ada sempat ketegangan yg berujung deadlock, tapi alhasil paket pimpinan DPR hasil politik gerindra cs masih berjalan.

Yg jadi catatan skrg tentunya, nuansa oposisi cenderung konfrontatif dari gedung parlemen yg dihadirkan KMP (gerindra cs) waktu itu dengan pemerintah, kini pelan2 rontok dan balik kanan alias bubar sendiri. Paket gerindra cs waktu itu, satu persatu merapat ke Pemerintah. Dan boleh jadi, kelompok KIH meski secara posisi pimpinan dpr diperlakukan “tidak adil”, tp utk sidang paripurna, kini suaranya jauh lebih besar. Dan kini kita bs memandang, perkubuan KMP-KIH memudar dan bs dikatakan hilang, ketua DPR skrg pun terus berkomitmen penuh pro dengan pemerintah. Jalu Jokowi tentu punya peran di sana. Ujian kedua saya anggap juga lulus. Alhamdulillah.

Bagaimana ujian yg ketiga?

Ujian yg ketiga adalah yg terbaru utk pak Presiden datang dari buntutnya kasus hukum yg “melilit” Ahok. Sudah diketahui bersama dan terang benderang, kasus celotehan Ahok di kepulauan seribu yg menyinggung umat muslim serta dalam proses hukum tindak penistaan agama, begitu menyita perhatian publik. Sangkaan proses hukum yg lamban pun dialamatkan ke sejumlah pihak. Baik ke penegak hukum, maupun campur tangan presiden Jokowi, yg dulu paketan Ahok saat maju jadi Cagub-Cawagub DKI. Jokowi dianggap punya pengaruh utk membawa kepentingannya memperlamban atau mengubah arah proses hukum Ahok. Sangkaan ini pun sebenernya sudah disanggah istana, bahwa tidak ada intervensi eksekutif atas proses hukum tsb. tentu saja, sanggahan tsb tidak otomatis merubah pandanga orang. Dalam masa ujian ini, hadir demo 411 dan 212 dari sebagian elemen muslim menuntut penegakan hukum utk Ahok. Kedua demo tsb, dari sisi substansi tuntutan dan jumlah massa ikut mewarnai torehan sejarah demonstrasi di tanah air. Bahkan utk aksi 212, sebagian menyebutnya gerakan fenomenal.

Kepolisian pun sebelum aksi 411 – 212 sebenernya telah merespon dengan ckup bijak. Semua pelapor, terlapor, juga saksi2 dimintai keterangannya satu persatu bahkan dihadirkan secara terbuka bersama2 agar bener2 terang benderang dan tidak ada salah paham. Setelah proses yg relatif cepat dr penyidik polri dan kejaksaan, kini berkas Ahok sudah dinyatakan P21 dan siap disidangkan. Publik tentu ingin ikut melihat sejauhmana proses sidang tersebut berjalan. Kini, berangsur angsur, sangkaan intervensi presiden atas proses hukum mulai reda. Apalagi, hadirnya Jokowi pada aksi 212 cukup melegakan semua pihak. Presiden yg dlu sempat dikecam pengecut dll, terbukti dlm massa yg jauh lebih besar, bisa hadir, meski dalam format aksi yg “sedikit” berbeda tp dg arah tuntutan yg sama. Pada masa ujian ketiga ini, sosok Jokowi cukup berhasil memulihkan (kembali) posisinya dgn baik. Jalu Jokowi pun hadir dlam ujian ini.

Dalam masa ujian tersebut, sampai dengan sekarang, sebenernya kalau dicermati dengan baik, ada ujian khusus buat sang presiden. Ujian yg lahir dari keinginan dan kepentingan politik individu dan golongan yang tidak menginginkan kursi RI-1 ada di tangan orang Solo tersebut. Ujian yg datangnya dari pandangan serta kepentingan Individu2 yang ingin mengganti kepemimpinan RI dengan orang lain. Ada yg terang2an pandangannya disampaikan di media umum, ada juga yg sifatnya tidak terlihat (hidden agenda). Dan kini, dugaan tersebut telah terbukti adanya sebagian oknum yang diduga telah melakukan pemufakatan yg tidak baik terhadap kedudukan presiden. Kondisi ini pun sudah tercium dari pihak berwajib. Kiranya proses hukum bs berjalan juga dengan seadil2nya, adakah bukti kuat tidaknya, kita serahkan proses berwajib. Dari keterangan salahsatu yg diamankan, ybs mengakui mendorong adanya Sidang Istimewa MPR, yg menuntut kembalinya UUD 1945, cabut mandat presiden Jokowi-JK, serta membuat pemerintahan transisi. Pernyataan ini sangat krusial dan pihak berwajib berhak utk memprosesnya. Apakah “jalu” Presiden dlm kasus ini bermain juga utk menghukum lawan2 politiknya? Maybe yes, maybe no. Yang jelas, hukum harus menjadi pondasi utama.

Untuk memperkuat diri serta lulus dari ujian2 tersebut, terutama ujian khusus, Jokowi terbukti ckup sigap dan bijak dg memperkuat hubungannya dg seluruh elemen bangsa melalui silaturahmi ke sejumlah kalangan, seperti TNI, Polri, tokoh2 politik, para ulama2, seperti PBNU, PP Muhammadiyah, dan lainnya. TNI dan Polri secara tegas menjaga serta mengawal NKRI dan Pemerintah,begitu pun MUI dan para tokoh ormas Islam mengingatkan kpada umat utk tetap menghormati pemerintah yg sah dan mewaspadai tunggangan kepentingan2 lain yg dapat merusak NKRI. Alhamdulillah, sampai saat ini situasi aman tetap kondusif. Yang jelas, ujian2 lainnya tentu akan datang terus untuk seorang Presiden. Terlebih, ujian soal ending dari kasus hukum Ahok juga belum selesai, terujikah (kembali) peran jalu tersebut?

Semoga kondusifitas dan kedamaian tanah air terjaga selalu.

Wallahu a’lam bish shawab

Cinangka-Depok, 03122016

0 Comments:

Post a Comment

<< Home