.: My Letters 4 My Life :.

15 January 2007

Expression of My Life

Alhamdulillah ...
Saya masih diberikan nafas kehidupan sampai sekarang dan mudah2an bisa mengisinya dengan baik sebagai amal ibadah di dunia dan akhirat nanti. Alhamdulillah pula, saya bisa menghadiri pernikahan sepupu saya di Bekasi tanggal 23 Desember 2006 kemarin –bahkan ngga disangka jadi saksi buat penganten pria-nya ...- dan tentunya saya juga sangat bersyukur bisa ikut Moci Bareng FKMB di Bogor.

Subhanallah ...
Baru kali ini ku melihat langsung angka pembelanjaan seorang ibu mencapai 1,3 juta-an. Takjub dan heran dengan segitu banyaknya karena hanya untuk keperluan “kecil” menurut saya pribadi …. Maklum juga, saya belum pernah mengalami sendiri… mungkin saja buat dia biaya itu tidak sebanding dengan pendapatan keluarganya .. atau bisa jadi memang sudah lifestyle dia, kita tidak tahu persis.

Masyaallah ...
Ko AdamAir bisa menghilang? Kemana dia? Apakah ada kemungkinan dia meledak di udara? Atau kah mengalami pendaratan yang gagal dan masuk ke dalam perairan terus tenggelam? Ya Allah bukakan tabir buat kami untuk menguak pesawat dan para penumpangnya …

Astaghfirullah ...
Saya mungkin sering mengingkari perintah-Mu untuk beribadah sholat tepat waktu kepada-Mu … Saya juga merasa sering tidak taat akan perintah dan larangan-Mu ya Allah.… Ampuni hamba-Mu yang lemah ini ya Allah .. Mudah2an ke depan bisa memperbaiki diri ..

Laa Khaula Wa Laa Quwwata Illa Billah ...
Tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari-Nya
--------------------------

** ini tulisan lama jadi maaf ngga update dengan perkembangan terkini **


Baca selengkapnya ...

02 January 2007

Menjadi Diri Sendiri

Sebuah Cerpen Remaja II, untuk sekarang dan masa depan

Kehidupan dunia remaja sungguh menjadi problematika serius. Berbagai penyimpangan perilaku dan moral remaja kini tidak hanya terjadi di kota-kota besar, tetapi juga banyak terjadi di daerah, bahkan di desa. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan bagi orangtua dan masyarakat umumnya dalam upaya membangun sebuah generasi yang kuat, tangguh dan berkualitas. Berbagai metode untuk menyelesaikan problematika yang terjadi ini memang belum menampakkan hasilnya, bahkan cenderung angka penyimpangan perilaku dan moral dari remaja semakin tinggi. Kondisi negatif inilah yang juga menghinggapi pikiran Makmun, seorang anak muda berusia 18 tahun dari kampungnya di Jawa Tengah yang ingin mencoba bergelut di Jakarta untuk mendapatkan pekerjaan.

Secara pendidikan, sekolah Makmun dimulai sejak TK hingga SMP, yang kemudian dilanjutkan dengan pendidikan di Pondok Pesantren (Ponpes). Di Ponpes, ia tergolong santri yang mandiri dan pintar, bahkan setengah dari seluruh juz Al-qur’an sudah ia hapal. Namun di tengah perjalanannya, karena terdesak faktor ekonomi dan lilitan hutang keluarga, terpaksa orangtuanya memintanya untuk berhenti dari ponpes dan merantau di Jakarta untuk mencari pekerjaan agar bisa membantu ekonomi keluarga.

Makmun adalah anak pertama dari 3 (tiga) bersaudara, kedua adiknya yaitu Imam (9 tahun) dan Siti (14 tahun) masih duduk di bangku SD dan SMP. Rosyid, ayah Makmun hanya bekerja sebagai buruh tani di kampungnya dengan penghasilan yang minim sekali, sedangkan ibunya, Jannah, menjalani tugasnya seperti biasa sebagai ibu rumah tangga, baik untuk mengurus rumah warisan almarhum orangtuanya maupun mengurus anak-anaknya. Pernah sekilas orangtua Makmun berpikir untuk mencoba berdagang kecil-kecilan di rumah untuk menambah penghasilan keluarga, namun karena faktor modal maka rencana itu terpaksa diurungkan.

Atas bekal uang dan informasi secukupnya, Makmun mencoba mencari lowongan pekerjaan di Jakarta. Tibalah dia pada sebuah Perusahaan Swasta yang sedang membuka lowongan pekerjaan, namun sayang sekali Makmun tidak bisa mendaftar karena terganjal dengan persyaratan tingkat pendidikan. Ternyata, dari sekian perusahaan yang ia datangi, tidak ada satu pun yang membuka lowongan pekerjaan untuk lulusan setingkat SMP. Makmun nyaris frustasi dan ingin pulang ke desanya, maklum uang yang disiapkan disakunya untuk hidup di Jakarta hampir kering. Payahnya lagi, keluarga Makmun tidak memiliki sanak saudara seorang pun di Jakarta dan sekitarnya, sehingga sulit sekali untuk meminta bantuan kalau terjadi apa-apa di kemudian hari.

Dengan melihat kondisi ini, Makmun mencoba bertahan hidup seadanya dengan mensiasati cara hidup. Untuk penginapan, ia terpaksa menggunakan kawasan luar masjid dengan alas koran seadanya. Sering juga dapat pelayanan yang baik di masjid tertentu untuk tidur di atas karpet luar masjid, tentunya ini juga seizin penjaga Masjid. Makmun tergolong pemuda yang senang ikut kegiatan-kegiatan di masjid, termasuk menjadi muadzin, hal ini yang mungkin sudah menjadi jiwa Makmun sejak menjadi santri meskipun kondisinya sedang dilanda masalah ekonomi. Akhirnya suatu ketika Makmun ditawarin oleh Azis (20 tahun), salah satu warga setempat di sekitar masjid untuk memintanya menginap sementara di rumahnya, yang kebetulan juga masih kos dan belum menikah. Azis adalah seorang mahasiswa tingkat 2 di salah satu perguruan tinggi swasta Jakarta. Sebenarnya Makmun merasa tidak enak dengan tawaran tersebut karena khawatir mengganggu aktifitas dan lainnya, namun karena didesak oleh Azis untuk menemani di kosnya yang sepi, akhirnya dia tidak sanggup juga untuk menolaknya.

Untuk makan sehari-hari, Makmun berusaha menggunakan sisa uang yang ada seefektif mungkin. Hampir tiap hari, untuk konsumsi makannya, dia membelanjakan uangnya dengan membeli mie 2 bungkus sehari. Terkadang ia juga ditawari untuk makan bersama oleh Azis, namun Makmun seringkali menolak. Makmun juga menyadari kalau konsumsi mie yang berkelanjutan kurang baik untuk kesehatan, namun Makmun juga mencoba memahami kondisinya tersebut. Secara usia, Makmun lebih muda 2 tahun daripada Azis, namun dari segi percakapan dan komunikasi, ternyata keduanya sangat intens dan tidak mengalami kesulitan. Hal inilah yang menjadi faktor keakraban mereka.

Dalam kondisi yang cukup diuntungkan ini, ternyata pelan-pelan batin Makmun mulai bergolak. Si Azis, yang selama ini dikenal baik olehnya ternyata adalah seorang anak kampus yang hidupnya sangat memprihatinkan. Suatu ketika di malam hari, Makmun mendapatkan Azis pulang dalam keadaan mabuk dengan botol bir yang masih dipegang di tangannya. Karena merasa sebagai tamu, Makmun sementara belum bisa berbuat banyak untuk mencoba merubah perilakunya. Kondisi Azis yang mabuk-mabukan tersebut ternyata berkelanjutan, parahnya lagi di suatu ketika saat sebagian besar warga sedang nyenyak tidur, teman Makmun tersebut pulang dalam keadaan mabuk sambil diantar oleh seorang perempuan sebaya, yang kemudian diduga perempuan itu adalah pacar Azis di kampusnya, yang bernama Lisa (20 tahun).

Pergolakan batin Makmun semakin menjadi setelah dia tahu keadaan yang sebenarnya pada diri Azis. Waktu itu, Makmun setelah pulang sholat Isya di masjid sekitar rumahnya, diajak Azis untuk jalan-jalan sekaligus makan malam di sebuah kafe. Namun setelah mereka sampai pada alamat kafe yang dituju, ternyata mereka sudah ditunggu oleh teman-teman Azis yang katanya hanya untuk bersenang-senang saja. Makmun yang tidak terbiasa dengan sikap bergaul teman-teman Azis mencoba mengerti dan mengenal lebih dekat mereka. Namun tidak disangka oleh Makmun, minuman yang dihidangkan oleh pelayan kafe berupa botol-botol bir dengan kadar alkohol yang tinggi, suatu kondisi yang sangat menakutkan bagi Makmun karena selain tidak dibenarkan oleh agamanya, minuman beralkohol tinggi itu juga berdampak negatif bagi kesehatan Azis dan teman-temannya.

Ketika waktunya acara minum bir dimulai, Makmun terus mencoba menghindar dari tawaran minum tersebut. Dia juga mencoba menghindari rasa tersinggung Azis di depan teman-temannya atas sikapnya tersebut. Namun sikap Makmun yang dianggap aneh oleh teman-teman Azis ini tidak diterima oleh Ryan, salah satu teman Azis. Ryan beranggapan bahwa si Makmun tidak menghargai mereka dan terkesan sok alim. Teman-teman Azis yang lain pun ikut terpengaruh dengan Ryan. Sambil minum minuman haram tersebut, mereka terus mendesak Makmun untuk ikut bergabung dan minum botol bir tersebut. Azis yang merasa bersalah karena membawa Makmun tidak pada tempatnya akhirnya meminta mereka untuk mengizinkan Makmun pulang ke rumah kosnya. Akhirnya dengan kondisi yang tidak tersadarkan diri karena sudah menghabiskan beberapa botol yang ada, mereka mengizinkan Makmun pulang ke rumah.

Dalam tiap langkah perjalanan pulang, Makmun mencoba berpikir untuk mencari solusi bagi kehidupan pribadi dan juga mereka, khususnya Azis yang sudah membantunya selama dia mencari pekerjaan di Jakarta. Dia juga hampir tidak pernah melewatkan waktu-waktu mustajab untuk bermohon kepada Sang Khalik agar mengabulkan doanya. Siang berganti malam, malam berganti siang. Makmun terus berusaha dan berdoa dalam menngiringi perjuangannya mendapatkan pekerjaan. Azis pun sibuk dengan kegiatan kuliahnya, namun sayang sekali, kebiasaannya meminum bir bersama teman-temannya tidak juga sirna.

Akhirnya dengan kesungguhan niat dan perjuangan yang keras, doa Makmun terkabul. Dia diterima di salah satu instansi pemerintah sebagai Cleaning Service (CS). Meski berada pada posisi bawah tersebut, tetapi Makmun tetap merasa bersyukur karena tidak mudah untuk lolos seleksi CPNS, apalagi di kantor pusat. Dia pun memahami tingkat pendidikannya yang SMP tersebut. Di tengah suasana kondusif ini, ternyata setelah lama diajak Makmun untuk memahami hukum dan dampak minuman alkohol bagi kesehatan, Azis pun sadar. Meski belum pulih secara penuh dari kecanduan alkohol, namun Makmun terus berusaha membantu menjaganya terhindar dari barang haram tersebut. Terlebih, godaan dari teman-teman kampusnya masih sering datang.

Seiring dengan proses pemulihan Azis tersebut, Makmun akhirnya mempunyai penghasilan sendiri dan sedikit demi sedikit bisa menabung. Dengan penuh ketulusan dan apresiasi ke Azis, Makmun akhirnya meminta izin untuk menyewa kos sendiri. Jiwa mandiri Makmun pun terasah kembali di rumah kosnya sendiri dan dengan bekal pekerjaan tersebut, Makmun mampu menyisihkan sebagian dari penghasilannya untuk dikirim ke orangtua. Setelah melewati proses panjang, akhirnya Makmun bisa membantu ekonomi keluarga di kampung, termasuk untuk pembiayaan sekolah adik-adiknya. Seiring dengan itu pula, Azis pun terbebas dari candu minuman keras dan membawanya pada mahasiswa yang cukup disegani karena kepintarannya di kampus.

********************end*******************


Baca selengkapnya ...

Berprestasi di Tengah Badai

Sebuah Cerpen Remaja I, untuk sekarang dan masa depan

Sudah menjadi kewajiban bagi seorang anak untuk berbakti kepada kedua orangtuanya. Tidak terkecuali pada diri Ahsan, seorang anak laki-laki yang berumur 13 tahun dan sedang menimba ilmu di salah satu SMP dekat desanya. Di tengah kesibukannya menuntut ilmu di SMP, hampir setiap hari dia tidak pernah absen untuk membantu kedua orangtuanya. Dari membeli sarapan pagi (bungkusan), memberi makan ayam, mencari bekatul untuk makanan ayam sampai ikut memperbaiki gerobak ayahnya merupakan kegiatan harian Ahsan yang hampir tidak pernah ditinggalkan. Dari segi pelajaran, dia tergolong anak yang cukup pintar dan bisa segera menyesuaikan diri dengan teman-temannya di sekolah, bahkan bisa menunjukkan prestasinya di sekolah. Prestasi belajar Ahsan memang sudah terlihat sejak ia masuk Taman Kanak-Kanak (TK) dan Sekolah Dasar (SD) di desanya, sehingga tak jarang ia ditunjuk menjadi wakil sekolah dalam mengikuti perlombaan-perlombaan tertentu. Tak pelak, kedua orangtuanya sangat bangga dan begitu berharap Ahsan bisa menjadi orang yang sukses dan ke depannya bisa ikut membantu ekonomi keluarga.

Secara ekonomi, keluarga Ahsan tergolong pas-pasan. Achmad, ayah kandungnya bekerja sebagai pamong desa mempunyai penghasilan yang tidak pasti karena tergantung kesadaran penduduk dalam mengapresiasikan jerih payah pamong desanya, sedangkan Rochmi, ibu kandungnya bekerja sebagai pedagang baju keliling secara kredit di kampungnya dengan jalan kaki. Dengan penghasilan dari pekerjaan tersebut, kedua orangtuanya sangat bersyukur bisa membawa anak-anaknya untuk menuntut ilmu di sekolah. Ahsan adalah anak keempat dari 5 (lima) bersaudara. Kakak tertuanya, Mustofa (20 tahun) sedang menuntut ilmu di pondok pesantren di Jawa Tengah, kemudian kakak keduanya, Maemunah (17 tahun) sedang duduk di bangku Madrasah Aliyah, setingkat SMU di kabupaten, sedangkan kakak terakhir dari Ahsan, Hakim (15 tahun), masih menuntut ilmu di SMP yang sama dengan Ahsan di bangku kelas 3 (tiga). Terakhir adalah adiknya yang masih balita berusia 2 (dua) tahun atau selisih umurnya 11 (sebelas) tahun dengan Ahsan.

Dalam sebuah potret kehidupan, perjuangan keluarga Ahsan sungguh begitu berat. Di tengah berbagai ujian dan musibah, keluarga Ahsan sangat tabah dalam menjalaninya. Sebenarnya ujian hidup keluarga Ahsan mulai muncul sejak orangtuanya baru membangun keluarga dengan menghidupi anak-anaknya yang masih kecil-kecil dari penghasilan mengayuh becak dan berdagang seadanya. Namun ujian berat dalam keluarga Ahsan datang kembali pada saat Ahsan baru menginjak kelas 6 (enam) SD, saat ibunya sedang dalam keadaan mengandung adik Ahsan.

Waktu itu, ayah dan kakak pertama Ahsan mengalami kecelakaan bermotor secara serius. Keduanya mengalami kecelakaan dalam perjalanan pulang dengan naik sepeda motor dan keduanya terpelanting di ruas jalan Pantura setelah sebuah bus menyerempetnya. Sungguh mengenaskan, ayahnya tidak tersadarkan diri dan ternyata di salah satu kakinya mengalami patah tulang serius serta rahangnya mengalami ketidaknormalan. Sedangkan kakak pertamanya, mengalami patah tulang di lengan tangan kirinya dan juga di salah satu kakinya. Musibah ini menguras harta keluarga Ahsan dan konsekuensinya berpengaruh juga terhadap pembiayaan pendidikan anak-anaknya. Namun, dengan segala ketabahan dan perjuangan yang keras, keluarga Ahsan bisa bertahan dan anak-anaknya masih bisa melanjutkan sekolah seiring dengan pengobatan rutin bagi kesembuhan ayah dan kakak pertama Ahsan. Hal inilah yang menjadi kenangan tersendiri bagi Ahsan dalam usia 12 tahun sebelum dia masuk SMP.

Setelah 3 (tahun) Ahsan menuntut ilmu di SMP dengan prestasi belajar yang cukup bagus, kemudian Ahsan melanjutkan studinya ke SMA, dekat desanya juga. Di sini pengembangan kualitas pribadi Ahsan mulai berjalan. Selain aktif di kepramukaan sekolah sebagai Bantara, Ahsan juga berprestasi secara akademik dengan baik. Prestasi belajar Ahsan memang tidak pernah sirna, meskipun secara ekonomi keluarganya pas-pasan. Prestasinya di sekolah dan keaktifannya di kepramukaan membuatnya menjadi salah satu siswa yang dikenal dan cukup disegani oleh teman-temannya, baik di sekolah maupun di rumah.

Atas prestasinya tersebut, pada saat menjelang berakhirnya masa studi di SMA, dia dicalonkan menjadi salah satu siswa penerima BMU atau Beasiswa Mengikuti UMPTN, yang sekarang SPMB, dan juga menjadi salah satu siswa seleksi PMDK (Penelusuran Minat, Bakat dan Kemampuan) pada salah satu Perguruan Tinggi Negeri (PTN). Sayang sekali, karena faktor ekonomi yang menjerat keluarganya, atas dasar keputusan orangtua, Ahsan menggugurkan harapannya menjadi mahasiswa di PTN melalui PMDK. Hal inilah yang membuat sedih Ahsan dan pihak sekolah sendiri karena sedikit banyak mempengaruhi hubungan kerjasama antara pihak sekolah dan pemberi beasiswa PMDK. Namun, karena selain Ahsan masih banyak siswa lain yang diterima melalui PMDK di PTN tersebut, maka kekhawatiran itu tidak berkepanjangan. Akhirnya, dengan bekal nilai NEM yang baik dan prestasi lainnya, Ahsan berusaha mewujudkan harapannya dengan mendaftarkan diri di Perguruan Tinggi Kedinasan (PTK), dengan alasan sedikit biaya dan biasanya diasramakan.

Atas kesungguhan niat dan perjuangan yang keras dalam melewati seleksi yang ketat, akhirnya harapannya terwujud. Ia diterima sebagai mahasiswa salah satu PTK di Jakarta. Dengan bekal ilmu dan proses pengembangan pribadi di kampusnya, dia pun bisa melewati lika-liku pendidikan kedinasan dan berhasil menyelesaikannya sesuai waktu yang ditentukan. Selama pendidikan, komunikasi Ahsan dengan keluarga memang tidak seintens seperti yang dulu, namun dia selalu berusaha mengefektifkan waktu kapan pun untuk bisa komunikasi. Acara wisuda Ahsan pun akhirnya bisa dinikmati bersama keluarga dengan penuh kebahagiaan. Dengan kelulusan ini, Ahsan selanjutnya diterima menjadi pegawai salah satu instansi pemerintah. Dalam usia yang baru 23 tahun ini, Ahsan termasuk salah satu remaja yang bisa dibilang cukup sukses dalam menjalani hidup, karena telah diangkat sepenuhnya menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di salah satu instansi pemerintahan. Kini, Ahsan pun terus berusaha membantu ekonomi keluarga sekuat mungkin untuk menopang kebutuhan hidup orangtua, juga membantu pembiayaan pendidikan adik tercintanya.

***********end*************


Baca selengkapnya ...

Dilematisme Nama KOMMIT


Untuk kalangan intern

KOMMIT bagi sebagian muda Nahdliyyin mungkin menjadi sesuatu yang sudah tidak asing lagi, atau minimal pernah didengar, meski masih dalam lingkup terbatas. Jadi jelas, sesuai background-nya, mainstream anak-anak KOMMIT berhaluan Islam Ahlus Sunah Wal Jama’ah, yang InsyaAllah tetap memegang ajaran Alqur’an – Al hadist untuk berjalan mengarungi kehidupan fana ini. Inilah KOMMIT, Komunitas Muda untuk Indonesia Bangkit yang diharapkan senantiasa bisa menjaga eksistensi ke-aswaja-an NU dalam beragama. Klik KOMMIT online di http://www.kommit.org. -kini situs lagi off-

Namun, nama KOMMIT bagi sebagian muda kristiani juga sudah menjadi aktivitas sendiri. Tugasnya adalah pembinaan muda kristiani dan menyebarkan injil, juga mengadakan kebaktian. Inilah KOMMIT, Kommitmen Orang Muda Menyatakan Injil Tuhan. Klik artikelnya di sini http://seiman.or.id/bulletin/bulletin.asp?id=24. - link ini ternyata sudah ngga aktif-

Menengok sekilas tugas antara KOMMIT pertama dan KOMMIT kedua maka keduanya ada kemiripan yaitu seputar pembinaan dan pengajian. Perbedaan utama adalah garis keyakinan dan tujuan. Kedua organisasi ini sama-sama hidup dan bergerak dalam kehidupan yang heterogen di tengah-tengah bangsa Indonesia, maka perlu ada kejelian dan kehati-hatian bagi setiap anggota organisasi untuk melangkah. Hal ini untuk menghindari dari kesalahpahaman identitas organisasi itu sendiri.

Sungguh, sangat dilematis kembarnya nama KOMMIT.


Baca selengkapnya ...

Rumah Susun Sederhana
Solusi Jitu Problem Kependudukan


Masalah kependudukan mungkin sudah menjadi problematika harian bagi Pemda DKI Jakarta, tak terkecuali problem perumahan penduduk di ibukota. Berangkat dari tidak seimbangnya antara angka kependudukan yang meningkat tajam dan lahan untuk tempat tinggal, serta semaraknya perumahan rakyat yang tidak layak tinggal, maka proyek pembangunan Rumah Susun (Rusun) oleh Pemda DKI merupakan langkah yang tepat. Langkah sejenis berupa peremajaan beberapa Rusun yang selama ini terbengkalai juga sangat penting agar proses penaatan rumah rakyat berjalan semestinya.

Wacana tentang pembangunan Rusun memang sudah lama, mengingat angka penduduk yang tinggi dan terbatasnya areal/lahan untuk perumahan rakyat di daerah Jakarta ini. Hal ini lah yang menjadikan salahsatu proyek yang harus segera dilakukan. Namun faktor keterdesakan akan kebutuhan Rusun tersebut jangan sampai mengabaikan faktor-faktor penting lainnya, seperti kestabilan struktur tanah, dan fasilitas rumah yang cukup selayaknya sebuah tempat tinggal.

Hal penting lainnya adalah siapa sasaran penghuni untuk Rusun tersebut?. Menurut saya, berawal dari adanya perumahan yang kurang layak tinggal serta kekumuhan yang merajalela di sekitar wilayah Jakarta, maka baiknya proyek pembangunan ini diprioritaskan untuk rakyat dengan ekonomi kecil. Oleh karena itu, biaya sewa serta fasilitas yang dipenuhi pun mungkin dibuat sesederhana mungkin. Meski demikian, tidak menutup kemungkinan suatu Rusun dibangun untuk kalangan menengah ke atas, tentunya juga diimbangi dengan fasilitas-fasilitas yang representatif.

Sedangkan tentang kriteria pengguna Rusun, saya kira perlu disederhanakan agar proses registrasi dan penggunaan Rusun bisa seefektif mungkin dan bisa segera diwujudkan. Sebagaimana kriteria yang pernah saya baca untuk pengguna Rusun adalah masyarakat yang terkena pembebasan tanah untuk Rusun, berpenghasilan rendah dan belum punya rumah sendiri, memiliki KTP DKI dan Kartu Keluarga, sanggup membayar sewa, dan menaati ketetapan jumlah penghuni. Saya melihat persyaratan untuk harus memiliki KTP DKI dan memiliki Kartu Keluarga itu perlu ditiadakan. Hal ini mengingat seorang pekerja atau karyawan yang ada di instansi/perusahaan Jakarta, belum tentu berdomisi di Jakarta pula.

Yang penting, siapapun yang akan menghuni di Rusun tersebut harus memiliki identitas yang jelas. Sedangkan harus memiliki KTP Jakarta adalah suatu keharusan di kemudian hari setelah menghuni Rusun tersebut. Termasuk tentang status nikah, apakah menjadi suatu keharusan harus menikah dulu bagi yang ingin menghuni? Karena saya pikir, siapapun berhak untuk tinggal di suatu Rusun meskipun statusnya tidak menikah. Ini berbeda dengan skala prioritas. Kalau prioritas, mungkin masih bisa diterima karena prioritas bukanlah persyaratan awal yang harus dipenuhi untuk menjadi penghuni Rusun tersebut.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah terjangkaunya harga sewa Rumah Susun tersebut. Untuk sasaran masyarakat dengan penghasilan yang rendah, maka angka nominal untuk sewa Rusun diharapkan tidak lebih dari angka 500 ribu per bulan. Sebagian dari mereka bahkan melihat angka nominal tersebut sudah cukup tinggi. Hal ini tentunya terkait dengan keseimbangan antara daya beli konsumen/masyarakat dan pendapatannya. Masyarakat sudah barang tentu akan memperhitungkan segala sesuatunya dalam rangka menjaga roda hidup terus berjalan. Di sisi lain, meskipun dengan angka nominal tersebut, diharapkan fasilitas-fasilitas yang ada dalam sebuah Rusun cukup memadai, seperti KCK dan lainnya.

Yang tidak kalah pentingnya adalah bagaimana pihak pemerintah, dalam hal ini Pemda DKI Jakarta bisa melaksanakan proyek pembangunan ini tanpa merugikan pihak manapun juga. Dengan kata lain, semua prosedurnya telah diikuti dengan baik dan penuh tanggung jawab. Saya yakin, jika program pembangunan rumah susun dibangun dengan dasar dan prosedur yang sebenarnya maka hal ini bisa menjadi salah satu solusi dalam problem kependudukan masa kini, khususnya di Ibukota Negara.

---------------------------
Sebenarnya objek tulisan ini bukan "ladang-ku", tapi karena permintaan temen jadi ya boleh lah, sekali2 nulis tentang kependudukan he2 ..


Baca selengkapnya ...