.: My Letters 4 My Life :.

26 June 2008

INFORMASI PENTING

Hati2, Pemerasan di Loket Bus Terminal Kampung Rambutan

Untuk kesekian kali, pemerasan kepada penumpang bis terus terjadi di terminal bis kampung rambutan. Modus pemerasan ini dilakukan oleh calo tiket berkonspirasi dengan petugas loket, dengan cara menaikkan harga tiket sebesar 150% untuk tujuan ke Brebes/Tegal dari harga normal 30-an ribu menjadi 75 ribu.

Awalnya si penumpang percaya di arahkan si calo untuk menuju loket resmi untuk pembelian tiket. Kemudian sesampai di loket, biasanya si calo menanyakan tujuan dan kemudian meminta uang terlebih dahulu sebelum ada kesepakatan harga. Uang yang sudah disetorkan tidak bisa kembali bahkan terus diminta uang lagi. Kalau pun kita ingin menarik kembali atau misal balik lagi, kita ditahan diloket karena memang dikelilingi calo2 tersebut. Sementara petugas keamanan tidak terlihat sama sekali.

Terakhir, pemerasan itu terjadi pada hari Rabu kemarin , 25 Juni 2008 sekitar pukul 15.50 WIB. Korban pemerasan tersebut adalah adik2 sekolah saya, SMU Negeri 1 Larangan Brebes, sebanyak 5 orang (3 laki2 dan 2 perempuan) atas nama Iis Yulianah dkk, yang ingin pulang ke Brebes, seusai mendaftar di Perguruan Tinggi Kedinasan di Bogor. Awalnya mereka dipaksa untuk membayar 75 ribu-an, namun akhirnya per orang kena 65 ribu dari harga normal 30 ribu.

Bukan sekedar harga yang di mark-up terlalu tinggi, namun perlakuan calo dan petugas tiket juga yang sangat tidak nyaman, termasuk cara bicara yang kasar dan seenaknya. Oknum2 calo itu biasanya berdiri mengitari kita di sebelah kanan, kiri dan ada juga yang dibelakang. Petugas tiket di loket pun bagian dari mereka karena ikut berkonspirasi. Daftar harga yang disediakan adalah daftar harga palsu dibuat sendiri oleh mereka dan seolah2 benar. Saya tahu betul kondisi psikologis adik2 saya kemarin sangat terguncang karena saya waktu itu yang dihubungi korban.

Mengingat posisi saya yang sedang bekerja cukup jauh di Bogor, saya hanya menghubungi bagian pos terminal dan pos polisi di kawasan Kampung Rambutan (021-87799983). Sangat disesalkan, menurut adik2 saya, tidak ada pihak yang berwajib yang datang. Yang ada hanyalah pengumuman saja dari pihak terminal untuk tidak membeli tiket di loket. Serba terlambat, karena pemerasan ini bukankah terjadi sejak lama? Apakah kesadaran petugas terminal hanya sampai di situ? Tidak berusaha untuk melakukan penertiban terhadap calo2 yang berkeliaran di terminal?

Sungguh pemerasan ini sangat meresahkan masyarakat (penumpang) yang ingin pulang kampung, apalagi sekelas terminal Kampung Rambutan, yang menjadi langganan orang Jawa pulang. Apakah mereka tidak tahu juga yang bepergian dan ingin pulang itu juga sebagian besar orang tak mampu. Apalagi mereka adalah adik2 yang ingin belajar. Sungguh saya sangat mengecam keras pemerasan itu. Atas kejadian ini saya menghimbau kepada masyarakat luas untuk berhati2 dan tidak membeli tiket bus di loket2 kampung rambutan, tetapi langsung naik di dalam bus. Alternatif lain, pilih agen bus yang anda percaya, yang memasang harga relatif terjangkau.

Saya tuliskan di sini karena ini juga bagian dari pengalaman pribadi dan masyarakat lainnya di loket terminal Kampung Rambutan. Meskipun pas berangkat bus yang diarahkan terkadang bukan Dewi Sri, namun pemerasan itu di terjadi di loket2 yang mengatasnamakan Dewi Sri. Sangat disayangkan, pihak Dewi Sri yang sudah cukup terkenal di daerah Jawa ternyata di terminal bus Kampung Rambutan, membiarkan kasus2 yang terjadi oleh oknum2 di sana. Saya tidak tahu persis, perilaku oknum itu atas nama pribadi atau kah calo resmi yang ditugaskan oleh Dewi Sri. Yang jelas, pengalaman di lapangan rata2 penumpang yang kena adalah bermaksud naik bus Dewi Sri.

Mudah2an semua pihak sadar terhadap pemerasan ini dan harus segera dituntaskan. Efek negatifnya adalah masyarakat trauma dan tidak percaya lagi dengan terminal Kampung Rambutan, termasuk saya. Lebih jauh lagi, masyarakat lebih percaya kepada agen2 bus yang penempatannya sangat tidak tertib dan kesemuanya itu berujung pada ketidaktertiban bermasyarakat.

Mohon kepada pihak bus di terminal, pengamanan terminal, pihak berwajib dan masyarakat lainnya turut menyelesaikan kasus2 pemerasan ini. Lebih bagus lagi, oknum2 pemerasan itu harus diamankan dan diberikan hukuman untuk mencapai keadilan dalam bermasyarakat.

Terimakasih

Agus Maulana
Kampung Utan, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan

-----------------------
Tulisan ini saya kirimkan ke redaksi Media Indonesia dalam subjek SURAT PEMBACA. Mudah-mudah2an bisa masuk untuk menyelamatkan masyarakat2 lain yang ingin pulang melalui Terminal Kampung Rambutan.


Baca selengkapnya ...

Tabir 9 Pertanyaan Pribadi

Berikut ini 9 pertanyaan yang sering disampaikan ke saya, baik melalui tatap muka langsung, sms, chatt, email atau telepon. Urutan pertanyaan ini didasarkan pada asumsi pribadi atas keseringan pertanyaan itu yang sering muncul.

Jawaban yang saya berikan [dalam huruf miring] adalah jawaban singkat, adapun jawaban selengkapnya sementara saya "simpan" dulu. Berikut pertanyaan2 itu :

1. Gus, kapan nikah?
InsyaAllah kalau sudah siap
Pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh teman2 dekat saya, baik rekan kerja maupun organisasi. Nah kalau si penanya adalah teman2 lama saya semasa di SMP maupun SMA, pertanyaan biasanya sedikit berubah menjadi : Gus, sudah nikah?

2. Gus, kapan kelar S-1?
Mudah2an tahun ini
Pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh teman2 kerja, khususnya rekan AKSARA dan seperjuangan UT.

3. Gus, kamu kubu Gus Dur apa Muhaimin?
Gus Dur
Pertanyaan ini menjadi biasanya disampaikan oleh teman2 di manapun, yang suka memperhatikan dunia politik.

4. Gus, calon nya orang mana?
he2 ... 1 kampung
Pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh perempuan (baik rekan kerja maupun kenalan), orang2 tua di rumah dan teman organisasi.

5. Gus, kapan pulang kampung?
Nanti, nunggu waktu yang pas
Pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh keluarga di rumah dan rekan2 lainnya dikampung.

6. Gus, bagaimana museum?
Terus berjalan, bentar lagi persiapan launching
Pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh teman2 kerja di kantor

7. Gus, bagaimana kerja di sana?
Ya biasa lah, beda nuansa aja. Enjoy aja.
Sama dengan no 6, pertanyaan ini biasanya disampaikan oleh teman2 kerja di kantor, wabilkhusus dari teman2 "Bidang Pengkajian".

8. Gus, kapan ke Jogya lagi?
Belum, mungkin pas launching. Udah lama sih memang setelah pindah [tempat kerja]
Pertanyaan ini juga biasanya disampaikan oleh teman2 di kantor.

9. Gus, bisa isiin pulsa ga?
Maaf nih, lagi kosong
Kalau pertanyaan ini, biasanya lagi saudara di kampung yang lagi butuh pulsa. Terkadang rekan kerja yang mau beli pulsa elektrik.

Demikian. Mohon maaf kalau ada yang kurang berkenan ...


Baca selengkapnya ...

Sajak Kehidupan [2]

Kesuksesan

Sukses adalah hak kita

Sukses itu tidak hanya berbicara ke depan
tapi juga sekarang

sukses itu tidak sekedar hasil,
tapi juga proses

Kunci nya ada di kita

Mau atau tidak ... ?

Sungguh2 atau tidak ...?


Baca selengkapnya ...

Sajak Kehidupan [1]


Bangsa Terjajah

Masih ada ...
Eksploitasi keyakinan
Eksploitasi wanita
Eksploitasi anak
Eksploitasi orang cacat
Eksploitasi tenaga kasar

Bahkan ...
Hukum tak berjalan
Birokrasi berjiwa korup
Reformasi mati
Kebijakan kian menyayat hati
Tak saling percaya diri
Umat saling diadu domba

Oh bangsa ku
Bangkit dan berubahlah ... !!!


Baca selengkapnya ...

17 June 2008

Menjadi Guru

Siapa yang tidak ingin "digugu lan ditiru"? Ya, istilah jawa tersebut melekat pada predikat seorang guru, yang ditranslate ke dalam bahasa Indonesia "diikuti dan dicontoh". Istilah lainnya itu diteladani. Tentu saja, predikat guru ini bisa dalam konteks umum, siapapun yang menjadi orang yang bisa menjadi contoh atau teladan, maka sejatinya orang tersebut seperti guru.

Kini, guru dalam konteks profesi dan jabatan, secara kesejahteraan konon sedang "dimanja" oleh pemerintah dengan pemberian ini itu. Mudah2an benar adanya. Kalau pun belum, ya mudah2an secepatnya. Jika benar adanya, maka wajib kita syukuri bersama dan apapun nama pemberian itu mudah2an menjadi tambahan semangat dalam membangun kualitas sumber daya manusia melalui jalur2 pendidikan yang ada.

Menjadi guru tentu tak mudah, karena harus diciptakan melalui proses pembelajaran, pengalaman, dan keteguhan dalam bertutur dan bersikap. Selain itu, harus ditambah dengan kepiawaian berkomunikasi yang baik. Tak jarang, banyak sekali generasi2 kita yang cerdas dalam berilmu namun sangat susah sekali untuk proses komunikasi. Tentu ini sangat disayangkan, ilmu yang dikuras kurang begitu diserap oleh audience.

Bagaimananpun kondisinya, guru adalah pejuang kehidupan yang lebih baik.Pejuang buat diri sendiri, keluarga, masyarakat dan bangsa. Jadi, mari menjadi guru untuk menjadi manusia yang terbaik seperti ungkapan "khoirun naas an fa'uhum lin naas"


Baca selengkapnya ...

Menimbang Dampak Politik Kenaikan Harga BBM

Pada hari Sabtu tanggal 24 Mei 2008 pukul 00.00 WIB yang lalu, pemerintah RI telah memutuskan suatu kebijakan baru tentang kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) sekitar 28,7%. Dalih yang digunakan adalah penyesuaian harga minyak mentah di pasar dunia yang melambung tinggi, sekaligus sebagai langkah penyelamatan APBN. Otomatis kebijakan ini langsung direspon secara serempak dan serentak oleh berbagai lapisan masyarakat. Jajaran di pemerintahan tentu saja lebih banyak yang bersikap pro, namun sebaliknya terjadi sikap kontra di arus bawah. Sikap kontra tersebut bisa dilihat pada aksi dari berbagai golongan yang menyerukan untuk menolak kenaikan harga BBM.

Aksi penolakan tersebut adalah sesuatu yang wajar dikarenakan tingkat kesejahteraan dan daya beli masyarakat Indonesia masih tergolong rendah. Dalih pemerintah bahwa harga BBM di Indonesia masih tergolong rendah dibandingkan di luar negeri pun belum bisa diterima, karena tingkat penghasilan masyarakat kita masih jauh di bawah angka mereka. Sungguh ironis, bangsa yang dikenal dengan sebutan “gemah ripah loh jinawi” ini ternyata belum bisa membawa derajat kesejahteraan masyarakat yang semestinya, malah mungkin sebaliknya.

Dengan bahasa lain, tingkat penolakan tersebut relevan dengan tingkat kesejahteraan yang ada. Jika tingkat kesejahteraan masyarakat Indonesia cukup baik, tentu tingkat penolakan masyarakat di bawah tidak sedahsyat seperti yang terjadi. Sebagaimana yang kita ketahui bersama, berbagai elemen masyarakat Indonesia seperti para mahasiswa, supir angkutan umum dan lainnya turut keberatan dengan kebijakan pemerintah tersebut. Tidak hanya tenaga dan keringat, terkadang darah pun turut bersimbah. Memang, bagaimanapun dan apapun kondisinya, kondusifitas sosial harus dijaga dengan menghindarkan diri dari perbuatan anarkis karena anarkisme akan mereduksi iklim demokrasi dalam mencapai cita-cita bangsa menuju bangsa yang modern.

Menimbang Dampak Politik
Kebijakan menaikan harga BBM tentu saja berdampak pada segala jenis aspek kehidupan masyarakat Indonesia. Tidak hanya berdampak pada bidang ekonomi dan sosial, tetapi juga pada bidang politik. Hal ini beralasan, karena kebijakan yang diambil pemerintah tersebut menyangkut hajat hidup orang banyak. Terlebih, kebijakan ini dikeluarkan saat bangsa ini masih belum begitu kuat secara ekonomi dan secara politik bangsa ini sedang melakukan persiapan penyelenggaraan pesta demokrasi terbesar berupa pemilihan presiden dan wakil presiden pada tahun 2009 nanti.

Dalam tataran politik, tentu saja kebijakan ini sangat mengurangi tingkat kepercayaan dari sebagian masyarakat Indonesia. Pemerintah dicerca dan dimaki, itu lah bagian dari dampak negatif yang terjadi. Lebih jauh lagi, jika ketidakpercayaan masyarakat itu sudah berada pada titik nadir, maka pemerintah yang sedang berkuasa sekarang ini harus legowo menerima konsekuensi ketidakpercayaan itu. Bukan tidak mungkin, Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) atau M. Jusuf Kalla (MJK) tidak bisa mengulang kembali untuk duduk di kursi presiden atau wakil presiden pada tahun 2009 nanti. Hal itu bisa terjadi jika kebijakan-kebijakan yang sedang dan akan ditetapkan pemerintahan mereka di kemudian hari dipandang tidak strategis dalam rangka perbaikan ekonomi bangsa, apalagi jika dinilai mendera kondisi sosial ekonomi masyarakat di kelas bawah.

Kondisi ketidakpercayaan masyarakat itu semakin terlihat jelas ketika sebagian fraksi di DPR RI pun turut menolak dan meminta konfirmasi presiden atas kebijakan tersebut dalam bentuk konsultasi. Bahkan, sampai saat ini pun gelombang unjuk rasa dari berbagai elemen masyarakat di bawah masih terjadi, tidak hanya di pusat Ibukota Jakarta, tetapi juga di seluruh Indonesia. Kiranya semua sangat memahami kondisi bangsa yang sangat labil ini karena perekonomian bangsa yang masih terpuruk, meski usia reformasi sudah berada pada angka 10 tahun.

Kabinet SBY-MJK mungkin masih dalam satu kata dan satu barisan terhadap kebijakan tersebut. Namun sebagai bangsa yang menjunjung tinggi nilai-nilai demokratis, maka unsur kekuasaan yang terbagi menjadi tiga komponen antara eksekutif, legislatif dan yudikatif harus dijunjung tinggi secara bersama-sama. Seberapapun kuatnya pemerintahan di bidang eksekutif, jika tidak diimbangi dengan dukungan dari komponen lainnya, terutama unsur legislatif yang merupakan perwakilan dari rakyat, maka bukan tidak mungkin kegiatan pemerintahan akan goyah dan tingkat stabilitas politik di tingkat atas pun bisa menjadi tidak kondusif.

Harapan Arus Bawah

Dalam posisi ini, kita sebagai masyarakat kelas bawah tentu berharap seyogyanya pemerintah bisa mengkaji kembali secara lebih mendalam terhadap dampak dari kebijakan kenaikan harga BBM yang mungkin akan ditimbulkan, baik dari sisi ekonomi, sosial maupun politik, termasuk nilai efektifitas program Bantuan Langsung Tunai (BLT) kepada masyarakat kelas miskin sebagai bentuk kompensasi atas kenaikan harga BBM tersebut. Kita sangat berharap bantuan tersebut bisa terdistribusi dengan baik dan benar-benar bisa membantu ekonomi mereka. Secara jangka menengah dan panjang, tentu program BLT ini kurang mendidik untuk mendorong kemandirian bangsa, ibarat kita mau mengajarkan orang memancing ikan tetapi kita langsung beri ikannya, bukan kailnya.

Oleh karena itu, jika dipandang secara kuat dan ilmiah bahwa dampak kebijakan tersebut untuk saat ini dan ke depan lebih banyak membawa mudharat (keburukan) daripada maslahat (manfaat) bagi kelangsungan ekonomi masyarakat secara umum, maka kiranya pemerintah tidak perlu ragu-ragu dan bertindak tegas untuk menghentikan atau menahan dulu kebijakan kenaikan tersebut. Tentu pilihan ini adalah sesuatu yang sangat berat, ibarat pepatah “nasi sudah menjadi bubur”, program yang telah ditetapkan pemerintah, biasanya tidak bisa dihentikan dan terus dilaksanakan, meski pahit sekalipun.

Pada sisi yang lain, apapun keputusan yang diambil pemerintah tersebut seyogyanya harus diimbangi dengan usaha yang sungguh-sungguh dari berbagai elemen masyarakat, khususnya dari pemerintah untuk mencari solusi yang lebih baik dalam upaya perbaikan ekonomi bangsa. Program optimalisasi sumber daya alam secara merata dan berkeadilan tentu bisa menjadi bagian dari solusi perbaikan ekonomi tersebut.

Disamping itu, kiranya pemerintah juga mau aktif mendengarkan dan menyimak pendapat dari pihak lain, meski berbeda wadah politik dan posisi. Misalnya, beberapa ekonom kita berargumen bahwasanya kebijakan kenaikan harga BBM ini seharusnya tidak perlu terjadi karena selain akan semakin membebani masyarakat, kita juga sebenarnya masih mempunyai saldo yang masih bisa mem-backup kebutuhan bangsa, meski menggunakan kalkukasi terbaru sesuai harga minyak mentah di pasar dunia. Namun realitasnya pemerintah terkesan menutup diri dari pendapat pihak lain. Saya yakin, jika ke depan model “dengar pendapat” dengan para pakar yang berkompeten di bidangnya dilakukan dalam suasana yang harmonis dan ilmiah, maka solusi yang lebih populis dan positif dalam rangka perbaikan ekonomi tentu akan muncul.

Bisa jadi, kebijakan pemerintah pada kenaikan harga BBM kali ini merupakan ujian tersendiri bagi kita semua dalam memperingati 100 tahun kebangkitan nasional. Apakah kebijakan ini sanggup membawa bangsa ini bangkit dari keterpurukan atau sebaliknya. Yang jelas, ujian kali ini terasa sangat berat. Semua komponen bangsa Indonesia, khususnya pemerintah sebagai waliyul amri dituntut terus berjuang untuk menjalankan langkah nyata demi kemaslahatan bersama bagi masyarakat dan bangsa Indonesia. Dalam perjuangan ini, kita harus meyakini salah satu pesan Tuhan dalam Q.S. Alam Nasyrah (6) bahwa “sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan”.


Baca selengkapnya ...

11 June 2008

Surat dari Semarang

Mulai minggu yg lalu, ada yang berbeda dengan rasa ini. Maklum, sesuatu yang istimewa telah datang. Ya, surat dari Semarang mengabarkan diri dan menuliskan tentang kita.

Datangnya itu memang bukan niat awal si dia, namun lebih pada harapan diri pribadi. Maklum, hubungan yang terbangun selama ini lebih sering tersalurkan lewat sms, telp, chatt, atau tatap muka langsung. Nah saya pikir perlu ada variasi ekspresi "cinta" dalam bentuk tulisan.

Awalnya ditolak keras, karena belum pernah nulis surat2 gituan. Tapi ternyata isi hati sebagaimana iman, kadang "naik" kadang "turun", akhirnya pun berbuah hasil juga. Saya yakin dia pun bercurhat ke orang gimana menulis "love message" yang pertama kali ini.

Yang jelas, saya sangat senang dengan tamu istimewa itu. Tamu itu ibarat hati yang berjalan dari Semarang ke Jakarta. Tamu itu membawa pesan sekaligus rasa yang bisa mengobati kala hati merindu.

Dan kini, surat itu ku simpan baik2 ...

Terimakasih cinta


Baca selengkapnya ...

03 June 2008

Kembali, FPI Mencoreng Citra Islam dan Demokrasi

Minggu, 1 Juni 2008 sekitar pukul 13.00 WIB, iklim demokrasi dan keberagaman yang sehat di tanah air kembali tercoreng. Pada hari itu, tepatnya di sekitar Monas Jakarta, Front Pembela Islam (FPI) dan kelompok yang menggunakan label Islam lainnya kembali melakukan ulah berbuah anarkisme. Mereka melakukan penyerangan terhadap kelompok masyarakat yang bergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan (AKKBB), termasuk di dalamnya ada anggota dari komunitas ICIP dan The Wahid Institute, yang melakukan mimbar orasi tentang dukungannya terhadap kebebasan keyakinan yang dilakukan Ahmadiyyah. Terlepas dari proses perijinan kegiatannya yang bermasalah dari kedua pihak, kasus anarkisme tersebut perlu mendapat sorotan khusus bagi seluruh elemen bangsa yang cinta damai.

Apapun alasan dan siapapun yang menjadi subjek dan objek kekerasan, tentu perbuatan anarkisme tersebut tidak dibenarkan di depan hukum positif suatu negara. FPI sebagai subjek berdalih bahwa mereka yang diserang mendukung eksistensi Ahmadiyyah yang telah di-judge sesat oleh Bakorpakem dan fatwa MUI. Sedangkan AKKBB sebagai objek sudah barang tentu berdalih kebebasan berpendapat dan berserikat yang dijamin oleh konstitusi dan saat itu merupakan bagian dari ekspresi memperingati hari kelahiran Pancasila. Pada titik “sesat tidaknya” mungkin sebagian masyarakat bisa memahami karena ada prinsip2 dalam aqidah Islam yang tidak sesuai atau dilanggar, namun apakah disalahkan juga kalau ada masyarakat lain yang berpendapat berbeda?

Kalau pun masyarakat menyambut positif atas fatwa MUI atau keputusan Bakorpakem yang telah dikeluarkan, maka hal yang terpenting adalah bagaimana kondusifitas sosial dan keagamaan harus tetap terjaga dengan baik, bukan sebaliknya. Di sisi lain, pandangan atau klaim “sesat tidaknya” itu tentu bukan monopoli pihak mereka, karena pasti ada perbedaan pendapat di tengah2 sosial, apalagi status hukum atas fatwa MUI dan keputusan Bakorpakem tidak termasuk dalam urutan peraturan resmi di tanah air, yang mengikat seluruh warga negara.

FPI harus sadar diri, mereka yang menjadi korban bukan lah orang yang harus diserang, apalagi dianiaya. Tidak ada hukum dan argumen kuat yang menjadi pijakan. Dalam pandangan fiqh yang saya ketahui, kewajiban muslim menyerang atau upaya mempertahankan diri adalah tatkala diserang dulu oleh lawan, meski lawan kita kaum kafir sekalipun. Dalam sisi hukum negara pun, kebebasan berpendapat sudah dijamin keberadaannya. Tapi sungguh sangat ironis, FPI yang merasa (‘sok’) Islam justru menyerang mereka yang sebagian muslim juga dengan dalih mendukung yang “sesat”, terlebih sebagian dari mereka yang menjadi korban adalah ibu2.

Dimanakah perasaan dan cara berpikir engkau, anggota FPI? Mereka yang kau serang adalah saudara anda sendiri yang sekedar datang dan berkumpul kemudian ikut dalam orasi, ekspresi dan memberikan pendapat berbeda tentang Ahmadiyyah, bukan mengajak masyarakat untuk masuk ke Ahmadiyyah atau jalan yang di-klaim “sesat” lainnya. Tidak kah kau sadari bahwa mereka yang kau serang adalah juga saudara se-iman Anda juga? Kalau Anda merasa benar, datanglah dengan baik2 dan ajak juga dengan baik2, bukan memakai pentungan atau tongkat meski dengan jubah putih yang seakan2 putih pula sikap mu. Sungguh memilukan !

Dimanakah “daya nalar” engkau, anggota FPI? Agama seperti apa yang engkau bela, padahal Islam sangat menekankan adanya keharmonisan, rukun dan menghormati adanya perbedaan pendapat. Kalau Anda tidak suka atau merasa telah terjadi penodaan terhadap agama [Islam], baik yang dilakukan oleh Ahmadiyyah maupun kelompok2 pendukungnya, maka jangan ragu2 untuk mengajukan mereka ke Kepolisian dengan pasal2 terkait sesuai aturan yang ada, bukan menghakimi sendiri, apalagi menyakiti. Tetapi engkau tak peduli dan kembali menunjukkan keangkuhan dan kecongkakan-mu di depan publik dengan menyerang sesama saudara sendiri.

Atas kejadian tersebut, saya sebagai bagian dari anggota masyarakat sosial NKRI yang ber-Ketuhanan yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan serta Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia, menyatakan :

1. Mengutuk keras seluruh perbuatan anarkisme yang dilakukan FPI di ranah NKRI, termasuk penyerangan terhadap warga masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Kebangsaan untuk Kebebasan Beragama dan Berkeyakinan pada hari Minggu, 1 Juni 2008.

2. Polisi sebagai pihak yang bertanggungjawab terhadap keamanan masyarakat wajib melakukan penyelidikan terhadap kasus anarkisme tersebut. Pihak yang terbukti bersalah harus diberikan hukuman yang semestinya menurut hukum yang berlaku.

3. Kepada kelompok2 yang mendukung atau menolak terhadap keberadaan Ahmadiyyah diharapkan bisa menjaga diri dan tidak melakukan mobilisasi massa yang mengarah pada kerawanan keamanan sosial.

4. Kepada segenap saudara2 ku yang seiman se-Islam dan sebangsa setanah air dimohon tetap menjaga kondisi sosial dengan baik dan harmonis.

Demikian keprihatinan saya terhadap ulah FPI. Dalam benak saya, FPI lebih banyak membawa mudharat daripada maslahat untuk umat. Dengan adanya FPI, muslim terlihat garang, anti toleransi, agama menjadi simbolisme dan bersikap mau menang sendiri. Rasa nasionalis dan kekeluargaan yang baik di masyarakat, khususnya di Ibukota pun semakin berkurang dengan munculnya FPI.

Wahai FPI sadar lah. Coba introspeksi. Apa yang kau kontribusikan untuk tanah air? Pendidikan kah? Kalau ada, pendidikan yang seperti apa? Yayasan kah? Kalau ada, yayasan bergerak dibidang apa? Dakwah kah? Dakwah yang seperti apa? Dakwah radikal kah?. Lalu, cobalah sekali2 engkau dengar keluhan dan kritikan masyarakat Indonesia terhadapmu. Kalau Anda mendengar, pasti Anda tahu kalau sebagian mereka, termasuk sebagian muslim tidak mengharapkan keberadaan mu dan mereka pun tidak ingin agamanya tercoreng nama baiknya karena ulah mu. Coba lah berpikir positif meski sekali karena itu jauh lebih baik daripada bertindak seribu kali tapi anarki.

Demi bangsa Indonesia dan Islam yang cinta damai, katakan dengan tegas : “Peace Yes, Anarchy No”, “Islam Yes, FPI No”.

Jadi, “KATAKAN TIDAK PADA ANARKI”, “KATAKAN TIDAK PADA FPI”

Salam Kebangkitan,


Baca selengkapnya ...