.: My Letters 4 My Life :.

31 May 2008

Kepadatan Kampung Ku ..



Melihat geografis kampung ku di Brebes, tepatnya di desa Petunjungan, Bulakamba, Brebes, ternyata tingkat kepadatannya begitu super ...

Gambar yang bertanda kotak kecil di tengah adalah rumah kediaman saya di Brebes, sedangkan kotak agak besar bagian kanan adalah tempat bermain dan belajar saya sewaktu SD (SD Petunjungan 3)

Gambar di atas dari WikiMapia.org


Baca selengkapnya ...

Menembus Media

Dear,

Beberapa hari yang lalu saya mencoba mengirimkan artikel untuk sebuah opini ke media massa, yang sudah cukup berkelas di Indonesia. Mungkin ini "percobaan"-ku yang kedua. Tulisan ku tersebut berkutat seputar informasi sosial politik. Identitas ku di sana sebagai pemerhati sosial politik. Ya mungkin pemula, tapi saya kira tak ada salahnya mencoba. Toh, kadang ada masa nya regenerasi, mudah2an.

Yang jelas, memang tak mudah menembus pangsa media massa, apalagi media massa kenamaan, terlebih si penulis belum banyak merasakan "asam garam" di dunia kolom media massa. Dalam masa penantian konfirmasi maks. 3 minggu, saya hanya bisa terus belajar dan belajar ...

Salam Kebangkitan ...


Baca selengkapnya ...

22 May 2008

Pemimpin Muda

Salam,

Saat usia ku baru 20-an tahun, kadang bermimpi menjadi orang besar di saat muda. Saat itu membayangkan bagaimana almarhum "senior2" kita dulu pun menjadi tokoh2 negeri di saat muda. Dan saya [mungkin] belum bisa secepat mereka [bukan tidak bisa, seperti tulisan sebelumnya], usia kini 26 tahun dan begini lah adanya. Masih bergelut dalam aktifitas rutin. Ya, alhamdulillah, yang penting bisa "berbhakti", meski sedikit.

Siang ini, saya melihat artikel dari Didik Rachbini, berjudul Mengenang Soedarpo. Sungguh jadi kagum kembali dengan anak2 muda dulu. Dari mulai 1908, 1928 dan kemudian peristiwa2 bersejarah lain di"dalangi" oleh anak2 muda. Berikut petikan dari tulisannya :

"Ketika posisi kemerdekaan Indonesia belum kukuh karena Belanda masih belum mengakui kemerdekaan RI, pada 1949, delegasi Indonesia pergi berunding ke Lake Success di New York. Para pejuang diplomasi itu, termasuk Soedarpo, menghadapi delegasi Belanda yang sudah kawakan di kancah internasional.

Delegasi Indonesia dicatat dalam sejarah karena menang berunding dan menghasilkan penyerahan kedaulatan kepada bangsa Indonesia di Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag.

Delegasi Indonesia yang berunding tersebut adalah anak-anak muda yang idealis, yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir. Sutan Sjahrir pada waktu itu baru berumur 29 tahun yang sekaligus menjadi perdana menteri RI. Para anggotanya adalah Soedarpo (baru berumur 28 tahun), L.N. Palar (28 tahun), pejabat eselon I di Departemen Luar Negeri Dr Sumitro Djojohadikusumo (28 tahun), Sudjatmoko (26 tahun), dan yang tua hanya Menteri Luar Negeri RI Haji Agus Salim (44 tahun)

Soedarpo adalah bagian dari pejuang diplomasi masa kemerdekaan waktu itu yang perannya dicatat sejarah. Tapi, sekarang beliau dikenang sebagai pengusaha. Perjuangan diplomasi anak-anak muda tersebut ternyata berhasil menaklukkan perjuangan diplomasi Belanda yang sudah banyak makan asam garam di dunia internasional."

Sumber artikel di sini.

Memang ada sedikit koreksi di sana, yaitu penyerahan kedaulatan bukan di Den Haag (tempat KMB) tetapi di Burgerzaal, Amsterdaam- Belanda bulan Desember 1949.

Sungguh luar biasa anak2 muda dulu ... bagaimana dengan kita? yang jelas, pemimpin2 kita sekarang di atas 55-an dan 60-an tahun. Usia 40 tahun untuk sekarang dianggap masih sangat muda, tapi dulu cukup tua. Perbedaan yang tajam.

Bagaimana pendapat Anda? Ada solusi regenerasi kepemimpinan yang efektif? Ataukah biarkan saja mengalir apa adanya?

Salam Perubahan ...


Baca selengkapnya ...

14 May 2008

Aktifis dan Prestasi Akademik


Sering kali kita mendengar seorang aktifis, baik pelajar yang aktif di sekolah maupun mahasiswa yang aktif di kampus, mengalami penurunan prestasi akademik di tempat belajarnya. Bahkan, untuk mahasiswa yang menjadi aktifis di kampus terkadang mengenyam bangku kuliahnya lebih lama dari masa studi pada umumnya. Apakah gejala ini memberikan ilustrasi bahwa kesibukan beraktifitas dan prestasi akademik itu berbanding terbalik? Mari sedikit kita selami.

Secara logika, mereka yang bergelut sebagai aktifis mempunyai “beban kerja” atas kegiatan2 yang digelutinya, sehingga baik secara langsung maupun tidak langsung, kegiatan tersebut mengurangi masa senggang dan masa aktif mereka untuk kegiatan belajar. Tidak hanya waktu, biaya, tenaga, tetapi juga pikiran mereka ikut terkuras atas kegiatan2 yang dilakukannya. Mungkin ini alasan klasik tapi secara realitas berkata demikian.

Pada intinya, fokus antara kegiatan belajar dan kegiatan di luar belajar mereka terpecah. Mungkin hal yang menjadi point bagi mereka adalah manajemen waktu dan prioritas. Namun hal ini juga tidaklah mudah, sebab ada kalanya seorang aktifis pun memprioritaskan kegiatan di luar belajar mereka, meski pilihan ini menurut saya pribadi kurang etis karena kedudukannya sebagai penuntut ilmu. Semuanya berpulang kepada kepentingan mereka masing2. Setiap pilihan, ada resiko.

Yang jelas, nilai positif yang sungguh luar biasa akan diraih tatkala seorang pelajar atau mahasiswa bisa menggabungkan aktifitas mereka dengan prestasi akademik. Meski ini bukan jaminan akan keberhasilan, namun keduanya sangat perlu. Kalau pun tidak bisa dua-duanya, maka pilihan harus diprioritaskan pada akademik karena ber-organisasi terkadang bisa di-adaptasikan seiring berjalannya waktu.

Apakah prestasi akademik pasti menjamin? Tidak juga, namun tentu saja kalau dihadapkan pada pilihan, apakah berprestasi secara organisasi tetapi prestasi akademiknya jeblok atau berprestasi secara akademik namun prestasi olahraga 0 (nol) besar?. Maka tentu sebagai seorang penuntut ilmu, kiranya sangat tepat jika memilih point kedua, yaitu berprestasi secara akademik. Mengapa? Ya karena dalam tataran awal, berorganisasi atau kegiatan di luar belajarnya itu sifatnya hanya bagian pelengkap atau pembangun dari kegiatan belajar, sekaligus sebagai wadah penyaluran hobi atau minat.

Tapi kalau bisa dilakukan kedua2nya, mengapa tidak? Tidak sedikit tokoh2 di negeri ini yang tumbuh dan besar karena aktifitas mereka yang supersibuk di saat studi dan juga dibarengi prestasi akademik yang “hebat”.

Jadi, “Aktifis Yes, Prestasi Akademik Yes”


Baca selengkapnya ...

08 May 2008

Gus Dur, Keturunan Nabi ke-34 ?

Ketua Umum Dewan Syuro PKB, al-mukarrom KH Abdurrahman Wahid, dalam suatu sumber dinyatakan sebagai keturunan Rosulullah ke-34. Mungkin bagi sebagian dari Anda ada yang sudah denger atau baca tentang ini. Mungkin juga ada yg masih bertanya2 tentang kevalid-annya. Ya ini sekedar share informasi yang datangnya dari blog rekan Sukma Adi, pecinta dan pengagum Gus Dur. Kalau misalnya ada yang kurang berkenan dan mempunyai data yang lebih valid, maka saya akan meluruskan kembali tulisan ini di blog.

Gus Dur, keturunan nabi? banyak orang yang tidak percaya bahwa Gus Dur yang terkenal kontroversial ini adalah keturunan nabi, namun dalam kenyataannya, silsilah gus dur menyambung ke rasullulah SAW.

Dapat dibuktikan dari sebuah Al-kitab Talchis karangan Abdulloh Bin Umar Assathiri. Sumber ini diklaim telah diteliti dan direstui Rois Aam Jam’iyah Ahlith Thoriqoh Al Muktabaroh An Nahdliyyah KH. Habib Lutfi Ali Yahya, Pekalongan.

Berikut petikan silsilah Gus Dur sampai ke Nabi Muhammad SAW:
1. Muhammad Salallahu Alaihi Wailaihi Wasalam,
2. Sayyidina Fatimatus Zahro dengan Sayyidina Ali,
3. Sayyidina Husen Bin Ali,
4. Sayyidina Ali Zaenal Abidin,
5. Sayyidina Muhammad Al-Baqir,
6. Sayyidina Ja’far Shodiq,
7. Sayyidina Ali AL-Uroidi,
8. Sayyidina Muhammad Annaqib,
9. Sayyidina Sayyidina Isa Arrumi,
10. Sayyidina Ahmad Al-Muhajir Ilallah.
11. Sayyidina Ubaidillah,
12. Sayyidina Alawi,
13. Sayyidina Muhammad,
14. Sayyidina Alawi Muhammad,
15. Sayyidina ALI Choli’ Qosan,
16. Sayyidina Muhammad Shohibu Mirbat,
17. Sayyidina Alawi,
18. Sayyidina Amir Abdul Malik,
19. Sayyidina Abdulloh Khon,
20. Sayyidina Ahmad Syah Jalal,
21. Sayyidina Jamaludin Khusen,
22. Sayyidina Ibrohim Asmuro,
23. Sayyidina Ishak,
24. Sayyidina Ainul Yaqin (Sunan Giri),
25. Sayyidina Abdurrohman (Jaka Tingkir),
26. Sayyidina Abdul Halim (P. Benawa),
27. Sayyidina Abdurrohman (P. Samhud Bagda),
28. Sayyidina Abdul Halim,
29. Sayyidina Abdul Wahid,
30. Sayyidina Abu Sarwan.
31. Sayyidina KH. As’ari,
32. Sayyidina KH. Hasyim As’ari
33. Sayyidina KH. Abdul Wahid Hasyim
34. KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur).


Mudah2an Allah memuliakan Rosulullah, Keluarga besarnya, termasuk Gus Dur, dan umatnya di belahan dunia manapun ..

Wassalamu’alaikum


Baca selengkapnya ...

07 May 2008

Komunitas Intelijen Indonesia (KII), Perlu kah ?

Pagi ini, jiwa ini tergerak kembali untuk sedikit berpetualang ide. Kali ini yang menjadi objek petualangan tersebut adalah komunitas intelijen di Indonesia. Hal yang menjadi faktor ketertarikan saya untuk mengangkat tulisan ini dipicu oleh gambar yang data di kamputer saya, dengan judul UNITED STATES INTELLIGENCE COMMUNITY. Saya pertama menangkap tulisan tersebut adalah komunitas intelijennya Amerika atau komunitasnya orang2 intel USA, termasuk FBI, ternyata salah, sebab "intelligence" disana kurang lebih berarti kecerdasan, inteligensi, bukan maksud makna kata yang pas pertama kali saya tangkap, yaitu intelijen, yang bermakna penyelidikan atau investigasi. Nah, dari ke-"teledor"-an makna tersebut, saya mencoba sedikit ber-"improvisasi" dengan kata "intelijen" yang saya tangkap tersebut. Bagaimana dengan Komunitas Intelijen Indonesia (KII)?

Memang berbicara intelijen adalah sesuatu yang sensitif dan kontraproduktif. Namun pada dasarnya, hal terkecil apapun yang dibentuk dalam sebuah bingkai “Merah Putih”, selayaknya bisa dipahami sebagai bagian dari elemen bangsa dalam menjaga harkat martabat bangsa. Trauma terhadap kiprah intelijen memang tidak bisa dipungkiri. Rekam jejak intelijen di Indonesia dalam kurun puluhan tahun di bawah bayang2 penguasa Orde Baru yang represif, tidak berkeadilan dan tidak berkemanusiaan menyebabkan kepercayaan masyarakat Indonesia sangat rendah, bahkan sebagian lagi melihatnya malah membahayakan iklim demokrasi bangsa.

Perlu diketahui, bahwa Intelijen, sebagaimana yang diketahui mempunyai 3 (tiga) fungsi, yaitu penyelidikan, pengamanan dan penggalangan (LIDPAMGAL). Ketiga unsur tentu dilakukan secara paralel dan berkesinambungan. Dalam pandangan pribadi, objek atau sasaran dari kegiatan ini tentu saja segala sesuatu yang bisa membahayakan kelangsungan bangsa (baik langsung maupun tidak langsung), seperti tindak terorisme, tindak kejahatan korupsi dan lainnya.

Terus bagaimana dengan intelijen di Indonesia? Sepengetahuan saya, Intelijen di Indonesia pasca reformasi ini terus berupaya untuk “menjadi lebih baik” lagi. Tertangkapnya para teroris, koruptor dan pelaku tindak kejahatan lainnya di Indonesia merupakan contoh dari hasil kinerja intelijen Indonesia. Namun sudah maksimalkah kinerja intelijen di Indonesia? Saya tidak tahu persis, karena saya tidak masuk di dalamnya secara langsung. Namun pada umumnya kinerja lembaga2 di Indonesia kurang maksimal. Ya, saya hanya bisa mengamati, sebagaimana saya mengamati dunia politik secara umum dan jagad PKB pada khususnya.

Oh ya, sedikit untuk diketahui bersama, Intelijen di sini bukan otomatis menunjuk Badan Intelijen Negara (BIN). Mengapa? Karena fungsi intelijen di Indonesia dilakukan oleh berbagai lembaga yang berwenang berdasarkan aturan yang ada. Terkait UU Intelijen, setahu saya masih berbentuk RUU dan masih ada di program legislasi nasional DPR RI. Saya juga kurang tahu apa saja isi nya, namun mudah2an tetap dalam tujuan yang mulia untuk “Sang Merah Putih”.

Nah, mungkin di titik itulah saya melihat ketidakoptimalan kinerja intelijen di Indonesia, karena belum mempunyai titik koordinasi yang sama. Misal, sekedar ilustrasi saja dan ini bisa salah karena posisi saya sebagai pengamat, negara akan melakukan kegiatan intelijen terhadap kasus “x” yang seharusnya melibatkan lembaga2 terkait. Ternyata dilapangan, lembaga A melakukan operasi tanpa melibatkan lembaga B yang juga berwenang melakukan operasi yang sama. Pertanggungjawabannya juga berbeda2, karena A bertanggungjawab kepada pemimpin tertinggi A, B kepada pemimpin tertinggi B dan seterusnya. Jika dalam operasi “bersama” tersebut dilakukan oleh lembaga yang berbeda, tentu hasilnya bisa saja berbeda dan tidak ada kepercayaan bersama untuk menghasilkan keputusan tetap. Kecuali, sudah ada batasan2 tertentu pada kasus X hanya dilakukan oleh lembaga X saja.

Salahsatu solusinya [mungkin] adalah membangun komunitas bersama intelijen di Indonesia, yang solid dan profesional. Ini tentu saja mengurangi kesalahpahaman dan memperkuat komunitas. Hal ini wajar juga, karena dalam kelompok masyarakat di Indonesia, sesuai dengan posisi, peran atau fungsi yang ada, umumnya mereka dibentuk dalam sebuah komunitas. Baik dalam bentuk asosisasi, ikatan, paguyuban, komunitas, jaringan atau pun lainnya, seperti contoh Ikatan Dokter Indonesia (IDI). Dengan terbentuknya komunitas, saya yakin nilai persaudaraan antar lembaga dan upaya yang dilakukan berbuah maksimal, serta menghindari dari paham “ego sektoral”. Kesemuanya tentu diharapkan bermuara pada satu tujuan yaitu membangun negeri untuk kesejahteraan dan keadilan rakyat.

Wassalam,


Baca selengkapnya ...

06 May 2008

PKB [kini] di Mata Sahabat ....

Lagi2 tentang PKB. Ya, mohon dimaklumi "warna" tulisan lainnya belum terfikir dan hanya PKB yang sedang "membekukan" konsentrasi di pikiran politik saya. Entah sampai kapan pikiran ini ikut terbawa "arus" oleh gelombang ujian tersebut.

Dalam tulisan ini, saya hanya sekedar berbagi pendapat dari sahabat2 saya yang saya kenal, baik yang berada di dalam internal PKB maupun di luar PKB. Pendapat mereka saya kutip dari layanan pesan singkat (SMS), yang masuk ke dalam inbox saya atas pertanyaan yang saya kirimkan via SMS pula. Isi pertanyaan ke mereka tentulah sama "Bagaimana pandangan Anda terhadap kondisi PKB sekarang dan masa depan?"

Berikut tanggapan/jawabannya secara singkat dalam bentuk SMS :
1. Dari tokoh PB NU, turut mengawal kelahiran PKB tahun 1998, Jakarta
"Prihatin"

2. Dari rekan internal PKB
• Rekan di DPP PKB, Jakarta
"Saya sangat prihatin. Dan saya tidak akan pernah meninggalkannya. Untuk itu, perlu dilakukan koreksi2 atas struktur PKB sesuai dengan posturnya yang ideal di masa depan"
• Rekan di PKB Cabang, anggota DPRD Tk II, Brebes
"Ikuti aja apa adanya, mengalir aja, tetapi tetap pro Gus Dur"

3. Dari rekan NU
• Anggota KOMMIT, bekerja di Bank Indonesia, Jakarta
"Meski bukan orang PKB, saya optimis PKB akan tetap survive selama orang2nya punya konsisten dan komitmen yang kuat dalam perjuangan partai, tentunya juga diiringi dengan hati yang bersih"
• Anggota KOMMIT, bekerja di Indosat, Jakarta
"Saya masih percaya pada sosok Gus Dur dan yakin PKB akan menjadi partai masa depan .. amiin"

4. Dari rekan non - NU/PKB
• PNS, bekerja di LPND, Jakarta
"Aneh aja. Kayanya keputusan yang terjadi dalam partai seperti keputusan yang tidak bulat, yang akhirnya jadi pecah kaya sekarang. Ke depan kalau masih begini kredibilitasnya bakal diragukan oleh rakyat"
• Kader HMI, Alumni IAIN Walisanga, Semarang
"Konflik keluarga yang menjadi akar masalahnya. Ini seperti fenomena yang terjadi sekarang, semua putra/i mahkota dari kaisar2 yang pernah jadi pemimpin negeri, udah pada ancang2, siap2 ..."

Ya begitu lah bagian dari pola pemaknaan dari sebagian masyarakat Indonesia atas fenomena PKB yang terjadi saat ini. Kita bisa sependapat dengan mereka, bisa juga tidak sependapat. Itulah demokrasi.

Niat share ini diharapkan bisa menjadi "tambahan" atau "perbandingan" atas pendapat kita dengan pertanyaan yang sama pula. Lebih dari itu, bisa menjadi hikmah yang kemudian menjadi bahan masukan atau pertimbangan ke depan menjadi lebih baik lagi, baik bagi partai pada khususnya, juga bagi bangsa Indonesia pada umumnya.

Dan dalam carut marut yang sedemikian ini, saya terkadang hanya bisa melihat kembali SMS tanggapan dari elit di DPP tentang keluh kesah saya terhadap konflik yang terjadi saat ini. Kedua elit ini mempunya posisi yang sangat strategis di PKB.
• Elit DPP pertama, berkata :
"Terimakasih atas keprihatinannya. Mohon doakan agar masalah segera selesai. InsyaAllah PKB akan ikut pemilu".
• Elit DPP kedua, berkata :
"InsyaAllah cepat selesai"

Mudah2an apa yang dicita2kan semuanya berjalan dengan baik .. amin.

Terimakasih dan maaf kalau ada yang kurang berkenan.

Bagaimana dengan pendapat Anda, kawan ?

Salam,
Pengembara Dunia Politik


Baca selengkapnya ...

04 May 2008

“Keunikan” PKB Cak Imin

Setelah melihat, mendengar dan membaca pergolakan PKB yang tiada abis, saya kira sepatah dua patah kata perlu dituliskan. Mungkin ini bisa bentuknya keluh kesah, kejengkelan atau semangat yang perlu ditumbuhkan lagi dari diri ini sebagai "pemerhati" politik NU, wabilkhusus di jagad PKB. Semuanya bercampur aduk. Dan yang menjadi ketertarikan untuk dituliskan di sini adalah sisi keunikan PKB Cak Imin. Ini terlepas dari keputusan resmi nanti nya, siapa yang sah menyandang pimpinan PKB.

Beberapa sisi keunikan PKB Cak Imin antara lain saat MLB di Ancol kemarin dihadiri oleh sebagian kyai sepuh NU yang notabene mereka itu sebelumnya melawan PKB (Gus Dur – Cak Imin) bahkan sudah mendeklarasikan partai baru bernama PKNU. Kyai sepuh yang dimaksud adalah KH Dimyati Rais (Kendal) dan K.H. Nurul Huda Djazuli (Ploso, Kediri). Apakah mereka berniat kembali ke PKB? Ataukah hanya sekedar memenuhi undangan Cak Imin saja untuk memberikan dukungan psikologis, seperti elit2 PBNU yang hadir juga di sana. Kita tidak tahu yang sebenarnya. Yang jelas, secara efek psikologis kehadiran mereka tentu saja memberi “kejutan” bagi para pecinta PKB di manapun, terlepas pendukung kubu ini itu.

Keunikan lain adalah cara penghormatan pro Cak Imin terhadap Gus Dur, yang berencana akan memasukkannya ke dalam struktur baru partai yaitu Dewan Mustasyar (meniru struktur NU). Yang jadi point, dewan baru ini tidak mempunyai kewenangan strategis atau mengikat, karena sifatnya hanya “ngemong” atau “menasehati”. Jadi kalau pun PKB Cak Imin yang menang (ini misalnya), Gus Dur yang dulu mereka benar2 jadikan “icon” dan “panutan” hanya menjadi “patung” di dalam partai. Usaha “mematungkan” Gus Dur ini semakin diperjelas dengan kehadiran pengganti Gus Dur di jabatan Ketua Dewan Syuro PKB Cak Imin yang baru, yaitu KH Azis Mansyur (Jombang).

Keunikan lain tentu saja adalah pola pelanggaran terang2an PKB Cak Imin terhadap khittah NU dengan mengkombinasikan orang2 struktural NU ke dalam LPP PKB. Mungkin niat dan maksud positifnya adalah merekatkan hubungan NU-PKB. Namun, bukankah PB NU secara tegas dalam muktamar NU memisahkan kedudukan PKB dan NU? Bukankah masih ada cara yang lebih elegan untuk merekatkan kembali NU/PKB seperti langkah cerdas Gus Dur mengadakan MASURA di kampung2?

Keunikan lain tentu saja jika PKB Cak Imin dinyatakan menang. Mengapa, karena sepanjang sejarah pergolakan kepemimpinan di PKB, selalu dimenangkan oleh kubu Gus Dur. Tentu bukan karena ketokohan Gus Dur semata, tapi tentu saja dengan melihat pendekatan hukum dan realitas politik yang ada. Pada kasus Cak Imin, bisa dibilang Cak Imin berjuang sendiri. Pendukung nya dari DPP tentu ada, tapi tak seberapa karena masih kalah banyak dengan pengurus dewan tanfidz di belakang Gus Dur, temasuk Dewan Syuro DPP juga dibelakang Gus Dur. Fraksi PKB di DPR pun dibelakang Gus Dur, termasuk DKN Garda Bangsa dan PPKB. Dan yang lebih serius adalah kepengurusan PKB Cak Imin yang baru pun masih menjadi tanda tanya, karena susunan itu hasil MLB tanpa melibatkan Dewan Syuro DPP.

Keunikan2 lain tentu lah ada, termasuk di kubu Gus Dur. Ya itu lah PKB, dilahirkan dengan berbagai keunikan. Bukankah keunikan itu kadang datang secara alami dan menjadi daya tarik tersendiri?

Kini, mari kita lihat babak baru pergolakan PKB di Depkumham dan KPU. Dan tentu dari relung hati yang paling dalam, bersatulah PKB ! Realisasikan semboyan mu dan tegakkan darma bakti mu untuk bangsa.


Baca selengkapnya ...